Wawasan nusantara

0 komentar


Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkanPancasila dan UUD 1945.  Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.

Falsafah pancasila

Nilai-nilai pancasila mendasari pengembangan wawasan nasional. Nilai-nilai tersebut adalah:
1. Penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti memberi kesempatan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing- masing.
2. Mengutamakan kepentingan masyarakat daripada individu dan golongan.
3. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.

Aspek kewilayahan nusantara
Pengaruh geografi merupakan suatu fenomena yang perlu diperhitungkan, karena Indonesia kaya akan aneka Sumber Daya Alam (SDA) dan suku bangsa.

Aspek sosial budaya
Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang masing-masing memiliki adat istiadat, bahasa, agama, dan kepercayaan yang berbeda - beda, sehingga tata kehidupan nasional yang berhubungan dengan interaksi antargolongan mengandung potensi konflik yang besar.mengenai berbagai macam ragam budaya [2]

Aspek sejarah
Indonesia diwarnai oleh pengalaman sejarah yang tidak menghendaki terulangnya perpecahan dalam lingkungan bangsa dan negara Indonesia. Hal ini dikarenakankemerdekaan yang telah diraih oleh bangsa Indonesia merupakan hasil dari semangat persatuan dan kesatuan yang sangat tinggi bangsa Indonesia sendiri. Jadi, semangat ini harus tetap dipertahankan untuk persatuan bangsa dan menjaga wilayah kesatuan Indonesia.

Fungsi

Gambaran dari isi Deklarasi Djuanda.
1. Wawasan nusantara sebagai konsepsi ketahanan nasional, yaitu wawasan nusantara dijadikan konsep dalam pembangunan nasional, pertahanan keamanan, dan kewilayahan.
2. Wawasan nusantara sebagai wawasan pembangunan mempunyai cakupan kesatuan politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial dan ekonomi, kesatuan sosial dan politik, dan kesatuan pertahanan dan keamanan.
3. Wawasan nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara merupakan pandangan geopolitik Indonesia dalam lingkup tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara.
4. Wawasan nusantara sebagai wawasan kewilayahan, sehingga berfungsi dalam pembatasan negara, agar tidak terjadi sengketa dengan negara tetangga.[3] Batasan dan tantangan negara Republik Indonesia adalah:[3]

· Risalah sidang BPUPKI tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 tentang negara Republik Indonesia dari beberapa pendapat para pejuang nasional. Dr. Soepomo menyatakan Indonesia meliputi batas Hindia Belanda, Muh. Yamin menyatakan Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Sunda Kecil, Borneo, Selebes, Maluku-Ambon, Semenanjung Melayu, Timor,Papua, Ir. Soekarno menyatakan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

· Ordonantie (UU Belanda) 1939, yaitu penentuan lebar laut sepanjang 3 mil laut dengan cara menarik garis pangkal berdasarkan garis air pasang surut atau countourpulau/darat. Ketentuan ini membuat Indonesia bukan sebagai negara kesatuan, karena pada setiap wilayah laut terdapat laut bebas yang berada di luar wilayah yurisdiksinasional.

· Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957 merupakan pengumuman pemerintah RI tentang wilayah perairan negara RI, yang isinya:
1. Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis pasang surut (low water line), tetapi pada sistem penarikan garis lurus (straight base line) yang diukur dari garis yang menghubungkan titik - titik ujung yang terluar dari pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah RI.
2. Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut.
3. Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezim Hukum Internasional, di mana batasan nusantara 200 mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia. Dengan adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal, Indonesia menjadi utuh dan tidak terpecah lagi.

Tujuan wawasan nusantara terdiri dari dua, yaitu:

1. Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah "untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial".

2. Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia.


Implementasi

Kehidupan politik

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan wawasan nusantara, yaitu:[5]

1. Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur dalam undang-undang, seperti UU Partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden. Pelaksanaan undang-undang tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan persatuan bangsa.Contohnya seperti dalam pemilihan presiden, anggota DPR, dan kepala daerah harus menjalankan prinsip demokratis dan keadilan, sehingga tidak menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.

2. Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Seluruh bangsa Indonesia harus mempunyai dasar hukumyang sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian. Di Indonesia terdapat banyak produk hukum yang dapat diterbitkan oleh provinsi dan kabupaten dalam bentuk peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku secara nasional.

3. Mengembangkan sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa yamg berbeda, sehingga menumbuhkan sikaptoleransi.

4. Memperkuat komitmen politik terhadap partai politik dan lembaga pemerintahan untuk meningkatkan semangat kebangsaan, persatuan dan kesatuan.

5. Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps diplomatik sebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulau-pulau terluar dan pulau kosong.

Kehidupan ekonomi[sunting sumber]

1. Wilayah nusantara mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, seperti posisi khatulistiwa, wilayah laut yang luas, hutan tropis yang besar, hasil tambang dan minyak yang besar, serta memeliki penduduk dalam jumlah cukup besar. Oleh karena itu, implementasi dalam kehidupan ekonomi harus berorientasi pada sektor pemerintahan,pertanian, dan perindustrian.

2. Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan antar daerah. Oleh sebab itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan upaya dalamkeadilan ekonomi.

3. Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti dengan memberikan fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha kecil.

Kehidupan sosial[sunting sumber]



Tari pendet dari Bali merupakan budaya Indonesia yang harus dilestarikan sebagai implementasi dalam kehidupan sosial.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan sosial, yaitu :[5]

1. Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang berbeda, dari segi budaya, status sosial, maupun daerah. Contohnya dengan pemerataan pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus diprioritaskan bagi daerah tertinggal.

2. Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumber pendapatan nasional maupun daerah. Contohnya dengan pelestarian budaya, pengembangan museum, dan cagar budaya.

Kehidupan pertahanan dan keamanan[sunting sumber]



Membagun TNI Profesional merupakan implementasi dalam kehidupan pertahanan keamanan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan pertahanan dan keamanan, yaitu :[5]

1. Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena kegiatan tersebut merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara lingkungan tempat tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan hal-hal yang mengganggu keamanan kepada aparat dan belajarkemiliteran.

2. Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau pulau juga menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan ini dapat diciptakan dengan membangun solidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda daerah dengan kekuatan keamanan.

3. Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan wilayah terluar Indonesia.



PEMDA

Pemerintah Daerah adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang terdiri dari Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah.

Pemerintah Daerah dapat berupa:

· Pemerintah Daerah Provinsi (Pemprov), yang terdiri atas Gubernur dan Perangkat Daerah, yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis Daerah

· Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Pemkab/Pemkot) yang terdiri atas Bupati/Walikota dan Perangkat Daerah, yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah,Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan.


HAK – HAK DPR

1. Hak angket, adalah hak DPR untuk mengadakan penyelidikan mengenai masalah tertentu.

2. Hak Interpelasi, adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah atau presiden.

3. Hak menyatakan pendapat, adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air, maupun di kancah internasional.

4. Hak budget, adalah hak DPR untuk mengesahkan RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan Balanja Negara) menjadi APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara).

5. Hak Bertanya, adalah hak DPR untuk mengajukan pertanyaan kepada pemerintah atau presiden secara tertulis.

6. Hak Imunitas, adalah hak DPR yang tidak dapat diganggu gugat di muka pengadilan dari hasil ketetapan atau keputusan yang telah dibuatnya.

7. Hak Petisi, adalah hak DPR untuk mengajukan usul / anjuran serta pertanyaan mengenai suatu masalah.

8. Hak inisiatif, adalah hak DPR untuk mengajukan usul RUU (Rancangan Undang-Undang)

9. Hak Amandemen, adalah hak DPR untuk mengadakan/mengajukan perubahan terhadap RUU (Rancangan Undang-Undang)

Sebenarnya masih banyak hak-hak DPR yang lain, tetapi intinya hanya sembilah hak. yang lainnya merupakan penjelasan dari sembilan hak tersebut.


Aristoteles :
Berdasarkan kreteria kuantitas (jumlah orang yang memgang kekuasaan) dan kualitas (ditujukan untuk siapakah pelaksanaan pemerintahan itu), Aristoteles membagi bentuk pemerintahan menjadi :


1. Monarkhi : Adalah pemerintahan yang dipegang oleh seorang (raja/kaisar) yang ditujukan untuk kepentingan umum. Bentuk monarkhi dapat merosot menjadi Tyrani.

2. Tyrani : Adalah pemerintahan yang dipegang oleh seorang (raja/kaisar) yang kekuasaannya ditujukan untuk kepentingan sendiri.

3. Aristokrasi : Adalah pemerintahan yang dipegang oleh sejumlah/beberapa orang terbaik (misalnya kaum cerdik pandai atau bangsawan), yang kekuasaannya ditujukan untuk kepentingan umum. Bentuk aristokrasi dapat merosot menjadi oligarkhi dan bentuk oligarkhi dapat melahirkan Plutokrani atau Plutokrasi.

4. Oligarkhi : Adalah pemerintahan yang dipegang oleh beberapa orang, yang kekuasaannya untuk kepentingan kelompok mereka sendiri.

5. Plutokrani : Adalah pemerintahan yang dijalankan oleh orang–orang kaya untuk kepentingan mereka sendiri.

6. Polity : Adalah pemerintahan yang dipegang banyak orang, yang pelaksanaan pemerintahannya ditujukan untuk kepentingan umum.

7. Demokrasi : Adalah pemerintahan yang kekuasaan tertinggi negara dipegang oleh rakyat.


BENTUK PEMERINTAHAN

Bentuk Pemerintahan
Pemerintahan tidak sekedar menyangkut pihak eksekutif, melainkan juga eksekutif. Dalam pembicaraan mengenai bentuk pemerintahan, kita sekaligus menelaah hubungan antara badan eksekutif dengan legislatif. Pembicaraan ini juga menyangkut bagaimana proses perekrutan anggota eksekutif dan legislatif di suatu negara.
Dua bentuk pemerintahan yang paling luas digunakan negara-negara di dunia adalah Parlementer dan Presidensil. Kedua bentuk tersebut memiliki mekanisme perekrutan yang berbeda satu dengan lainnnya.

1. Bentuk Pemerintahan Parlementer

Dalam sistem Parlementer, warganegara tidak memilih kepala negara secara langsung. Mereka memilih anggota-anggota dewan perwakilan rakyat, yang diorganisasi ke dalam satu atau lebih partai politik. Umumnya, sistem Parlementer mengindikasikan hubungan kelembagaan yang erat antara eksekutif dan legislatif.
Kepala pemerintahan dalam sistem Parlementer adalah perdana menteri (disebut Premier di Italia atau Kanselir di Jerman). Perdana menteri memilih menteri-menteri serta membentuk kabinet berdasarkan suatu ‘mayoritas’ dalam parlemen (berdasarkan jumlah suara yang didapat masing-masing partai di dalam Pemilu). Untuk lebih memberi kejelasan mengenai sistem Parlementer ini, baiklah digambarkan terlebih dahulu skema berikut:
Dalam bentuk pemerintahan parlementer, pemilu hanya diadakan satu macam yaitu untuk memilih anggota parlemen. Lewat mekanisme pemilihan umum, warganegara memilih wakil-wakil mereka untuk duduk di parlemen. Wakil-wakil yang mereka pilih tersebut merupakan anggota dari partai-partai politik yang ikut serta di dalam pemilihan umum.
Jika sebuah partai memenangkan suara secara mayoritas (misalnya 51% suara pemilih), maka secara otomatis, ketua partai tersebut menjadi perdana menteri. Selanjutnya, tugas yang harus dilakukan si perdana menteri ini adalah membentuk kabinet, di mana anggota-anggota kabinet diajukan oleh para anggota parlemen terpilih, sehingga anggota kabinet dapat berasal baik dari partainya sendiri maupun partai saingannya yang punya jumlah suara signifikan. Menteri-menteri inilah yang nantinya mengarahkan atau mengepalai kementerian-kementerian yang dibentuk.

Jika pemilu tidak menghasilkan jumlah suara mayoritas (misalnya 30% hingga 50%), maka partai-partai harus berkoalisi untuk kemudian memilih siapa perdana menterinya. Biasanya, partai dengan jumlah suara paling besar-lah yang ketua partainya menjadi perdana menteri di dalam koalisi (kabinet koalisi). Susunan kabinet pun, dengan koalisi ini, tidak bisa dimonopoli oleh satu partai saja, layaknya ketika pemilu menghasilkan suara mayoritas 51%. Masing-masing partai yang berkoalisi biasanya menuntut ‘jatah’ menteri sesuai dengan jumlah suara yang mereka hasilkan dalam pemilu. Untuk selanjutnya, perdana menteri (beserta kabinetnya) bertanggung jawab kepada parlemen sebagai representasi rakyat hasil pemilihan umum.
Dalam bentuk parlementer, perdana menteri menjadi kepala pemerintahan sekaligus pemimpin partai. Dalam sistem parlementer, partai yang menang dan masuk ke dalam kabinet menjadi ‘pemerintah’ sementara yang tetap berada di dalam parlemen menjadi ‘oposisi.’
Hal yang menarik adalah, anggota-angggota parlemen yang menjadi oposisi membentuk semacam ‘kabinet bayangan.’ Jika kabinet pemerintah ‘jatuh’, maka ‘kabinet bayangan’ inilah yang akan menggantikannya lewat pemilu ‘yang dipercepat’ atau pemilihan perdana menteri baru. Sistem ‘kabinet bayangan’ ini berlangsung efektif di Inggris di mana ‘kabinet bayangan’ tersebut bekerja layaknya kabinet pemerintah dan … digaji pula.
Matthew Soberg Shugart menyatakan bahwa, bentuk pemerintahan parlementer murni adalah sebagai berikut:
Executive authority, consisting of a prime minister and cabinet, arises out of the legislative assembly;
The executive is at all times subject to potential dismissal via a vote of “no confidence” by a majority of the legislative assembly.
Shugart menekankan bahwa hubungan antara legislatif dan eksekutif dalam parlementer bersifat hirarkis. Dalam poin 1, otoritas eksekutif terdiri atas perdana menteri dan kabinet. Keduanya lahir dari parlemen (legislatif). Karena keduanya lahir dari parlemen, maka baik perdana menteri ataupun anggota kabinet merupakan sasaran potensial bagi “mosi tidak percaya” yang disuarakan oleh parlemen. Mudahnya, posisi perdana menteri dan para menterinya amat bergantung pada kepercayaan politik yang diberikan para anggota parlemen. Sebab itu, secara hirarkis, posisi perdana menteri dan anggota kabinet ada di bawah parlemen atau, eksekutif berada di bawah legislatif.
Shugart juga menambahkan bahwa sistem pemerintahan Parlementer punya 2 varian, yaitu : (1) Parlementer Mayoritas dan (2) Parlementer Transaksional.

Parlementer Mayoritas. Sistem ini berkembang kala satu partai memperoleh mayoritas kursi di parlemen. Jika terjadi kondisi seperti ini, maka hubungan antara legislatif dan eksekutif bersifat hirarkis di mana legislatif berada di atas eksekutif. Kajian yang dilakukan Walter Bagehot (1867-1963) menunjukkan derajat hirarkis seperti ini masih terjadi antara kepemimpinan partai mayoritas di dalam parlemen terhadap eksekutif. Namun, pasca Bagehot muncul keadaan di mana konsentrasi kekuasaan ada di tangan kepemimpinan partai mayoritas (partai itu sendiri) ketimbang kepemimpinan partai di dalam parlemen. Kondisi lain yang juga mengemuka, pimpinan partai yang duduk di dalam kabinet semakin beroleh otonomi yang lebih besar dan cenderung “lepas” dari sokongan politik mereka di parlemen. Ini misalnya terjadi di Inggris atau negara yang menganut demokrasi Westminster.

Parlementer Transaksional. Jika tidak terdapat mayoritas di dalam parlemen, eksekutif dalam sistem parlementer akan terdiri dari koalisi. Kabinet dalam koalisi ini bertahan selama koalisi mampu menjamin mayoritas. Alternatif-nya, pemerintahan minoritas mungkin saja terbentuk, di mana kabinet tetap ada sejauh oposisi tidak membangun aliansi guna menghentikannya. Parlementer Transaksional ini bersifat hirarkis dalam rangka hubungan legislatif – eksekutif-nya.

2. Bentuk Pemerintahan Presidensil

Presidensil cenderung memisahkan kepala eksekutif dari dewan perwakilan rakyat. Sangat sedikit media tempat di mana eksekutif dan legislatif dapat saling bertanya satu sama lain. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat skema presidensil di bawah ini :
Dalam sistem presidensil, pemilu diadakan dua macam. Pertama untuk memilih anggota parlemen dan kedua untuk memilih presiden. Presiden inilah yang dengan hak prerogatifnya menunjuk pembantu-pembantunya, yaitu menteri-menteri di dalam kabinet. Pola penunjukkan menteri oleh presiden ini efektif di dalam sistem dua partai, di mana dengan dua partai yang bersaing tersebut, pasti salah satu partai akan menang secara mayoritas. Di dalam sistem banyak partai, penunjukkan menteri oleh presiden juga dapat efektif jika salah satu partai menang secara 51%.
Di Indonesia yang bersistemkan presidensil, mekanisme penunjukkan anggota kabinet efektif di masa pemerintahanan Soeharto. Namun, di masa reformasi, pemenang pemilu, misalnya PDI-P, hanya mengantongi sekitar 35% suara, dan itu tidaklah mayoritas, sehingga di dalam menunjuk menteri-menteri Megawati harus mempertimbangkan pendapat dari partai-partai lain, apalagi yang punya suara cukup besar seperti Golkar, PPP, PAN, dan PKB.
Di dalam sistem presidensil, presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) tetapi langsung kepada rakyat. Sanksi jika presiden dianggap tidak ‘menrespon hati nurani rakyat’ dapat berujung pada dua jalan: pertama, tidak memilih lagi si presiden tersebut dalam proses pemilihan umumj, dan kedua, mengadukan pelanggaran-pelanggaran yang presiden lakukan kepada parlemen. Parlemen inilah yang nanti menggunakan hak kontrolnya untuk mempertanyan sikap-sikap presiden yang diadukan ‘rakyat’ tersebut. Jadi, berbeda dengan Parlementer —di mana jika si perdana menteri dianggap tidak bertanggung jawab, parlemen, terutama partai-partai oposisi, dapat mengajukan mosi tidak percaya kepada perdana menteri yang jika didukung oleh 51% suara parlemen, si perdana menteri tersebut beserta kabinetnya terpaksa harus mengundurkan diri— dalam sistem presidensil, hal seperti ini sulit untuk dilakukan mengingat yang memilih si presiden bukanlah parlemen melainkan rakyat secara langsung.
Matthew Soberg Shugart menyatakan, bentuk murni dari presidensil adalah sebagai berikut:

§ Eksekutif dikepalai oleh presiden yang dipilih rakyat secara langsung dan ia merupakan “kepala eksekutif.”

§ Posisi eksekutif dan legislatif didefinisikan secara jelas dan keduanya tidak saling bergantung.

§ Presiden memilih dan mengarahkan kabinet dan punya sejumlah kewenangan pembuatan legislasi yang diatur secara konstitusional.


Bagi Shugart, posisi hubungan eksekutif dan legislatif adalah transaksional. Keduanya independen satu sama lain karena dipilih rakyat lewat dua pemilu berbeda. Posisi legislatif tidak lebih tinggi ketimbang eksekutif dan demikian pula sebaliknya. Namun, eksekutif dan legislatif terlibat dalam hubungan pertukaran (transaksional) seputar keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan politik bergantung permasalahan yang mengemuka.

Varian bentuk sistem Presidensil terjadi bergantung kebutuhan presiden dalam melakukan transaksi dengan legislatif. Kebutuhan tersebut utamanya dalam hal presiden mengimplementasikan kebijakan.
Kala parlemen terdiri atas partai mayoritas, baik itu partai-nya presiden atau bukan, pasti terdapat kapasitas institusional untuk tawar-menawar dengan presiden seputar kepentingan partai mayoritas tersebut. Dalam konteks ini, presiden mungkin tidak membutuhkan kabinet yang merefleksikan transaksi eksekutif-legislatif. Legislatif dan eksekutif yang otonomi tercipta.
Kala parlemen terfragmentasi dan presiden punya dukungan yang kurang memadai dari parlemen. Sementara itu, presiden memilih tidak membentuk kabinet yang mencerminkan komposisi suara dalam parlemen dengan alasan persetujuan dengan parlemen akan membatasi kemampuannya mengimplementasi kebijakan. Jika ini yang terjadi, maka akan tercipta pola “anarkis” di mana presiden terus menerus diganggu dan tidak ada program-program pemerintah yang tuntas terlaksana akibat gangguan tersebut.
Kala tidak terdapat mayoritas legislatif tetapi terdapat dukuan partisan substansial bagi presiden di parlemen, maka presiden butuh dan ingin melakukan transaksi dengan parlemen seputar kabinet. Transaksi ini dalam rangka menghubungkan legislatif dan eksekutif bersama dan memfasilitasi tawar-menawar legislatif.

3. Semi Presidensil
Shugart memuat pernyataan Maurice Duverger tahun 1980 tentang sistem pemerintahan campuran. Sistem campuran ini ia sebut Semi-Presidensial. Lebih lanjut, Shugart menyatakan bahwa ciri utama dari Semi-Presidensial adalah:

§ Presiden dipilih langsung oleh rakyat;

§ Presiden punya kewenangan konstitusional terbatas;

§ Terdapat pula Perdana Menteri dan Kabinet, yang merupakan kepanjangan tangan dari mayoritas di parlemen.

Semi-Presidensial juga disebut Blondell tahun 1984 sebagai “Dual Excecutive”. Dual executive terjadi kala presiden tidak hanya kepala negara yang kurang otoritas politiknya, tetapi juga bukan kepala pemerintahan (eksekutif) yang sesungguhnya, karena juga terdapat Perdana Menteri yang punya hubungan kuat dengan parlemen dan merefleksikan demokrasi parlementer. Namun, rupa hubungan antara Presiden, Perdana Menteri, Kabinet, dan Parlemen berbeda-beda antara negara-negara yang menerapkan Semi-Presidensial tersebut.
Varian sistem Semi-Presidensial yaitu: (1) Premier-Presidensil dan (2) President-Parlementer. Kedua varian ini akibat cukup bervariasinya praktek-praktek Semi-Presidensial untuk hanya secara ketat dimasukkan ke dalam terminologi Duverger. Variasi praktek tersebut dalam hal kekuasan konstitusional formal ataupun perilaku aktual pemerintah di masing-masing negara. Presiden mungkin terkesan sangat kuat di satu negara, sementara amat lemah di negara lainnya.
Premier-Presidensil. Dalam Premier-Presidensil, perdana menteri dan kabinet secara eksklusif bertanggung jawab kepada mayoritas parlemen. Ini berbeda dengan President-Parlementer dimana perdana menteri dan kabinet bertanggung jawab kepada dua pihak yaitu presiden dan mayoritas parlemen.
Dalam Premier-Presidensil pula, hanya mayoritas parlemen saja yang berhak memberhentikan kabinet. Ini membuat Premier-Presidensil sangat dekat dengan Parlementer. Namun, ia tetap punya ciri Presidensil, yaitu bahwa presiden punya kewenangan konstitusional untuk bertindak secara independen di hadapan parlemen. Keindependenan tersebut bisa dalam hal membentuk pemerintahan ataupun pembuatan undang-undang.
Presiden-Parlementer. Dalam sistem ini presiden menikmatik kekuasaan konstitusional yang lebih kuat atas komposisi kabinet ketimbang di Premier-Presidensil. Otoritas presiden dalam Presiden-Parlementer juga bisa terbatas akibat orang yang dinominasikan untuk menjadi perdana menteri harus dikonfirmasi terlebih dahulu oleh mayoritas parlemen. Presiden-Parlementer menciptakan pertanggungjawaban ganda perdana menteri dan kabinet, yaitu kepada presiden dan parlemen. Sistem ini juga menempatkan presiden dalam posisi relatif kuat ketimbang Premier-Presidensil .

4. Hybryd Lainnya
Selain Semi-Presidensial, terdapat pula model hybryd sistem pemerintahan yang bukan parlementer, bukan presidensil, dan bukan Semi-Presidensial. Model pemerintahan ini terdapat di Swiss di mana terdapat eksekutif yang dipilih dari parlemen dan memiliki jangka waktu kekuasaan yang fix (tidak bisa diganggu oleh parlemen). Model ini juga ada di Israel, di mana kepala eksekutif yang dipilih langsung rakyat sekaligus punya posisi yang punya ketergantungan tinggi pada parlemen.

Demi memberikan gambaran lebih rinci seputar persebaran anutan sistem pemerintahan di dunia, baiklah kami kutipkan taksonomi dari Matthew Soberg Shugart berikut ini:

tags:
jenis kekuasaan bentuk negara sistem pemerintahan pengertian kekuasaan pengertian bentuk negara jenis-jenis sistem pemerintahan pengertian jenis kekuasaan bentuk negara sistem pemerintahan kekuasaan bentuk negara jenis-jenis sistem pemerintahan


Berikut ini adalah contoh sistem pemerintahan di berbagai negara dunia:

# INGGRIS
Inggris adalah negara yang menganut sistem pemerintahan monarki namun lebih banyak dipengaruhi oleh sistem pemerintahan parlementer karena badan eksekutif negara beranggotakan raja yang sifatnya tidak dapat diganggu gugat. Walaupun secara formal raja yang membubarkan parlemen dan memberikan instruksi untuk diselenggarakannya pemilihan umum kembali, namun semua itu dilakukan raja atas saran dari perdana menteri. Sehingga bisa dikatakan bahwa sistem pemerintahan di Inggris lebih menonjolkan sistem pemerintahan kabinet, sehingga banyak orang yang memberikan istilah cabinet government (pemerintahan kabinet) kepada negara Inggris.

# AMERIKA SERIKAT
Amerika Serikat menganut sistem pemerintahan presidensial. Badan eksekutif terdiri dari presiden beserta para menterinya. Di Amerika Serikat, seorang presiden juga dinamakan "Chief Executive". Presiden samasekali terpisah dari lembaga legislatif dan tidak boleh mempengaruhi organisasi serta penyelenggaraan pekerjaan dari konggres. KOnggres tidak bisa menjatuhkan presiden selama presiden masih dalam masa jabatan, begitu juga sebaliknya, presiden tidak mempunyai kekuasaan untuk membubarkan konggres. Kekuasaan presiden Amerika Serikat terletak dalam wewenangnya untuk memveto suatu rancangan undang - undang yang telah diterima oleh konggres

# PAKISTAN
Pakistan juga menganut sistem pemerintahan bentuk presidensial dengan badan eksekutif yang sangat kuat. Anggota badan eksekutif terdiri dari presiden beserta para menterinya. Perdana menteri sifatnya merupakan pembantu presiden dan tidak boleh merangkap menjadi anggota badan legislatif. Di Pakistan, dalam keadaan darurat, presiden berhak mengeluarkan ordinances yang harus diajukan kepada badan legislatif dalam waktu 6 bulan. Badan legislatif bisa memecat presiden bila melanggar undang - undang dan berkelakuakn buruk. Dewan di Pakistan telah kembali ke sistem pemerintahan parlementer saat ini.

# INDIA
Sistem pemerintahan yang berlaku di India tidak jauh berbeda dengan sistem pemerintahan di Inggris, yaitu cabinet government. Anggota badan eksekutif terdiri dari Presiden sebagai kepala negara dan para mentrinya yang dipimpin oleh perdana menteri. Walaupun harus diakui bahwa sistem pemerintahan parlementer dengan gaya cabinet government hanya dapat berjalan dengan baik pada saat pemerintahan Nehru karena sejak tahun 1975, India berada dalam keadaan darurat sehingga mengharuskan pemerintahan saat itu untuk melakukan berbagai macam pembatasan agar pembangunan di India tidak terhambat.

RAPAT KENEGARAAN

Jenis-jenis Rapat kenegaraan

· Rapat paripurna (Rapur) adalah rapat seluruh anggota yang dipimpin oleh Pimpinan DPR dan merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan tugas dan wewenang DPR.

· Rapat paripurna luar biasa adalah rapat paripurna yang diadakan dalam masa reses atas permintaan Presiden dengan persetujuan Pimpinan DPR, dikehendaki oleh Pimpinan DPR dengan persetujuan Badan Musyawarah, atau diusulkan oleh sekurang-kurangnya 10 orang Anggota dengan persetujuan Badan Musyawarah.

· Rapat kerja adalah rapat antara Komisi, Gabungan Komisi, Badan Legislasi, Panitia Anggaran, atau Panitia Khusus, dengan Pemerintah (dalam hal ini Presiden atau Menteri/pimpinan lembaga setingkat Menteri yang ditunjuk untuk mewakilinya) atas undangan Pimpinan DPR. Rapat ini dipimpin oleh pimpinan Komisi, pimpinan Rapat Gabungan Komisi, pimpinan Badan Legislasi, pimpinan Panitia Anggaran atau pimpinan Panitia Khusus.

· Rapat dengar pendapat adalah rapat antara Sub komisi, Komisi, beberapa Komisi dalam Rapat Gabungan Komisi, Badan Legislasi, atau Panitia Khusus dengan pejabat pemerintah yang mewakili Instansinya, baik atas undangan Pimpinan DPR maupun atas permintaan pejabat pemerintah yang bersangkutan. Rapat ini dipimpin oleh pimpinan Komisi, pimpinan Rapat Gabungan Komisi, pimpinan Badan Legislasi, atau pimpinan Panitia Khusus.

· Rapat dengar pendapat umum adalah rapat antara Sub Komisi, Komisi, beberapa Komisi dalam Rapat Gabungan Komisi, Badan Legislasi, atau Panitia Khusus dengan perseorangan, kelompok, organisasi atau badan swasta, baik atas undangan Pimpinan DPR maupun atas permintaan yang bersangkutan. Rapat ini dipimpin oleh pimpinan Komisi, pimpinan Rapat Gabungan Komisi, pimpinan Badan Legislasi, atau pimpinan Panitia Khusus.

· Rapat fraksi adalah rapat anggota fraksi yang di pimpin oleh pimpinan fraksi.

· Rapat konsultasi adalah rapat antara pimpinan DRP dengan pimpinan fraksi dan pimpinan alat kelengkapan DPR yang di pimpin oleh pimpinan DPR.

· Rapat komisi adalah rapat anggota komisi yang di pimpin oleh pimpinan komisi.

· Rapat badan legislasi adalah rapat anggota badan legislasi yang di pimpin oleh pimpinan badan legislasi.

· Rapat badan anggaran adalah rapat anggota badan anggaran yang di pimpin oleh pimpinan badan anggaran.

· Rapat badan urusan rumah tangga(BURT) adalah rapat anggota BURT yang di pimpin oleh pimpinan BURT.

· Rapat badan kerjasama antar parlemen (BKSAP)adalah rapat anggota BKSAP yang di pimpin oleh pimpinan BKSAP.

· Rapat badan akuntabilitas keuangan Negara (BAKN) adalah rapat anggota BAKN yang dipimpin oleh pimpinan BAKN.

· Rapat badan kehormatan adalah rapat anggota badan kehormatan yang dipimpin oleh pimpinan badan kehormatan.

· Rapat panitia khusus adalah rapat anggota panitia khusus yang dipimpin oleh pimpinan panitia khusus.

· Rapat panitia kerja atau tim adalah rapat anggota panitia kerja atau tim yang di pimpin oleh pimpinan panitia kerja atau tim.



Daftar Komisi dan bidang serta partner kerja.

Komisi I
Ruang Lingkup
· Pertahanan
· Luar Negeri
· Informasi

Pasangan Kerja
· Kementerian Pertahanan
· Kementerian Luar Negeri
· Panglima TNI (Mabes TNI AD, AL dan AU)
· Kementerian Komunikasi dan Informatika
· Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas)
· Badan Intelijen Negara (BIN)
· Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG)
· Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA
· Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
· Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
· Televisi Republik Indonesia (TVRI)
· Radio Republik Indonesia (RRI)
· Dewan Pers
· Perum Antara

Komisi II
Ruang Lingkup Tugas
· Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
· Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
· Kepemiluan
· Pertanahan dan Reforma Agraria

Pasangan Kerja
· Kementerian Dalam Negeri
· Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
· Menteri Sekretaris Negara
· Sekretaris Kabinet
· Lembaga Administrasi Negara (LAN)
· Badan Kepegawaian Negara (BKN)
· Badan Pertanahan Nasional (BPN)
· Arsip Nasional RI (ANRI)
· Komisi Pemilihan Umum (KPU)
· Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU)
· Ombudsman Republik Indonesia
· Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)

Komisi III
Ruang Lingkup
· Hukum
· HAM
· Keamanan

Pasangan Kerja
· Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia
· Kejaksaan Agung
· Kepolisian Negara Republik Indonesia
· Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
· Komisi Hukum Nasional
· Komisi Nasional HAM (KOMNAS HAM)
· Setjen Mahkamah Agung
· Setjen Mahkamah Konstitusi
· Setjen MPR
· Setjen DPD
· Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
· Komisi Yudisial
· Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
· Badan Narkotika Nasional (BNN)

Komisi IV
Ruang Lingkup
· Pertanian
· Perkebunan
· Kehutanan
· Kelautan
· Perikanan
· Pangan

Pasangan Kerja
· Departemen Pertanian
· Departemen Kehutanan
· Departemen Kelautan dan Perikanan
· Badan Urusan Logistik
· Dewan Maritim Nasional

Komisi V
Ruang Lingkup
· Perhubungan
· Pekerjaan Umum
· Perumahan Rakyat
· Pembangunan Pedesaan dan Kawasan Tertinggal
· Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
Mitra Kerja
· Departemen Pekerjaan Umum
· Departemen Perhubungan
· Menteri Negara Perumahan Rakyat
· Menteri Negara Pembangunan Daerah Teringgal
· Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
· Badan SAR Nasional
· Badan Penanggulangan Lumpur Sidoardjo (BPLS)

Komisi VI
Ruang Lingkup
· Perdagangan
· Perindustrian
· Investasi
· Koperasi, UKM dan BUMN
· Standarisasi Nasional

Pasangan Kerja
· Departemen Perindustrian
· Departemen Perdagangan
· Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
· Menteri Negara BUMN
· Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
· Badan Standarisasi Nasional (BSN)
· Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
· Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

Komisi VII
Ruang Lingkup
· Energi Sumber Daya Mineral
· Riset dan Teknologi
· Lingkungan Hidup

Pasangan Kerja
· Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
· Menteri Negara Lingkungan Hidup
· Menteri Negara Riset dan Teknologi
· Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
· Dewan Riset Nasional
· Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
· Badan Tenaga Nuklir (BATAN)
· Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETAN)
· Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL)
· Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
· Badan Pengatur Kegiatan Hilir Migas
· Badan Pelaksana Pengendalian Usaha Hulu Migas
· PP IPTEK
· Lembaga EIKJMEN

Komisi VIII
Ruang Lingkup
· Agama
· Sosial
· Pemberdayaan Perempuan

Pasangan Kerja
· Kementerian Agama
· Kementerian Sosia RIl
· Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
· Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
· Badan Nasional Penanggulangan Bencana
· Badan Amil Zakat Nasional

Komisi IX
Ruang Lingkup
· Tenaga Kerja dan Transmigrasi
· Kependudukan
· Kesehatan

Pasangan Kerja
· Departemen Kesehatan
· Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
· badan Kkoordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
· Badan Pengawas Obat dan Makanan
· BNP2TKI
· PT Askes ( Persero)
· PT. Jamsostek( Persero)

Komisi X
Ruang Lingkup
· Pendidikan
· Pemuda
· Olahraga
· Pariwisata
· Kesenian
· Kebudayaan

Pasangan Kerja
· Departemen Pendidikan Nasional
· Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
· Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga
· Perpustakaan Nasional

Komisi XI
Ruang Lingkup
· Keuangan
· Perencanaan Pembangunan Nasional
· Perbankan
· Lembaga Keuangan Bukan Bank

Pasangan Kerja
· Departemen Keuangan
· Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan/Kepala BAPPENAS
· Bank Indonesia
· Perbankan danLembaga Keuangan Bukan Bank
· Badan Peengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
· Badan Pusat Statistik
· Setjen BPK RI
· Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
· Lembaga Kebijakan dan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah

PENGERTIAN IUS SOLI DAN IUS SANGUINIS

Ada 2 asas dalam menentukan kewarganegaraan seorang anak yang dianut negara-negara didunia, yaitu:
- Asas Ius Soli atau jus soli (bahasa Latin untuk "hak untuk wilayah").

- Asas Ius Sanguinis atau jus sanguinis (bahasa Latin untuk "hak untuk darah").

Berikut saya akan mencoba menjelaskan prinsip dari kedua asas tersebut dan beberapa permasalahan yang timbul dengan penerapan kedua asas tersebut.

Pengertian dari 2 asas di atas, yaitu:

1. Asas Ius Soli atau jus soli (bahasa Latin untuk "hak untuk wilayah")
adalah asas pemberian kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran (terbatas). Negara yang menganut asas ini akan mengakui kewarganegaraan seorang anak yang lahir sebagai warganegaranya hanya apabila anak tersebut lahir di wilayah negaranya, tanpa melihat siapa dan darimana orang tua anak tersebut. Asas ini memungkinkan adanya bangsa yang modern dan multikultural tanpa dibatasi oleh ras, etnis, agama, dll.
Contoh beberapa negara yang menganut asas Ius Soli, yaitu:
- Argentina
- Brazil
- Jamaika
- Kanada
- Meksiko
- Amerika Serikat

2. Asas Ius Sanguinis atau jus sanguinis (bahasa Latin untuk "hak untuk darah")
adalah asas pemberian kewarganegaraan berdasarkan keturunan orang tuanya. Negara yang menganut asas ini akan mengakui kewarganegaraan seorang anak sebagai warga negaranya apabila orang tua dari anak tersebut adalah memiliki status kewarganegaraan negara tersebut (dilihat dari keturunannya). Asas ini akan berakibat munculnya suatu negara dengan etnis yang majemuk.Contoh negara yang menganut asas ini adalah negara-negara yang memiliki sejarah panjang seperti negara-negara Eropa dan Asia.
Contoh beberapa negara yang menganut asas ius sanguinis, yaitu:
- China
- Kroasia
- Jerman
- India
- Jepang
- Malaysia

Masalah yang timbul dari kedua asas ini, yaitu: 

1. Bipatride
Yakni timbulnya 2 kewarganegaraan. Hal ini terjadi karena seorang Ibu berasal dari negara yang menganut asas ius sanguinis melahirkan seorang anak di negara yang menganut asas ius soli. Sehingga kedua negara (negara asal dan negara tempat kelahiran) sama-sama memberikan status kewarganegaraannya.
Misalnya:
Asep dan Nani adalah suami isteri yang bernegara B atau berasas Ius Sanguinis. Mereka berdomisili di negara A yang berasas Ius Soli . Kemudian lahirlah anak mereka, Udin. Menurut negara B yang menganut asas Ius Sanguinis, Udin adalah warga negaranya karena mengikuti kewarganegaraan orang tuanya. Begitu pula menurut negara A yang menganut asas Ius Soli, Udin juga warga negaranya, karena tempat kelahirannya di negara A yang menganut asas Ius Soli. Dengan demikian Udin mempunyai status dua kewarganegaraan atau Bipatride.

2. Apatride
Yakni kasus dimana seorang anak tidak memiliki kewarganegaraan. Keadaan ini terjadi karena seorang Ibu yang berasal dari negara yang menganut asas ius soli melahirkan seorang anak di negara yang menganut asas ius sanguinis. Sehingga tidak ada negara baik itu negara asal Ibunya ataupun negara kelahirannya yang mengakui kewarganegaraan anak tersebut.
Misalnya:
Alex dan Marie adalah suami isteri yang bernegara A atau berasas Ius Soli. Mereka berdomisili di negara B yang berasas Ius Sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka, Amel. Menurut negara A yang menganut asas Ius Soli, Amel tidak diakui sebagai warganegaranya, karena lahir di negara lain. Begitu pula menurut negara B yang menganut asas Ius Sanguinis, Amel tidak diakui sebagai warganegaranya, karena orang tuanya bukan warganegara. Dengan demikian Amel tidak mempunyai kewarganegaraan atau Apatride.

PERUNDANG - UNDANGAN

Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
· a. kejelasan tujuan;
· b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
· c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
· d. dapat dilaksanakan;
· e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
· f. kejelasan rumusan; dan
· g. keterbukaan.

· Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
· a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
· b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
· c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
· d. Peraturan Pemerintah;
· e. Peraturan Presiden;
· f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
· g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

UNSUR TERBENTUKNYA NEGARA
Jika salah satu dari ketiga syarat tersebut tidak dimiliki, maka tidak bisa disebut negara
1. Rakyat (unsur konstitutif)

Rakyatlah yang memiliki kepentingan mewujudkan cita-cita dan harapan negara. Tidak mungkin negara tanpa rakyat, yang dimaksud adalah sekumpulan manusia yang disatukan oleh suatu wilayah tertentu serta tunduk pada kekuasaan negara
Rakyat dibedakan menjadi 2, penduduk dan bukan penduduk. Penduduk adalah sekumpulan orang yang telah memenuhi syarat administratif dari peraturan negara. Bukan penduduk adalah orang yang tidak memenuhi syarat tersebut.

Penduduk juga dibedakan menjadi 2, warga negara dan bukan warga negara. Warga negara adalah orang yang memenuhi syarat negara, sementara bukan warga negara adalah orang yang tidak memenuhi syarat tersebut seperti turis dan lain2

2. Wilayah (unsur konstitutif)
Dibagi menjadi tiga bagian, yaitu darat, laut dan udara.

Darat memiliki garis batas/perbatasan dengan wilayah negara lain yang dijaga dengan ketat

Laut termasuk danau, sungai, selat dan teluk juga memiliki teritorial dan di luar itu disebut laut bebas

Udara berada di atas laut dan darat dan perbatasan udara juga memilii daerah teritorial yang diawasi dengan ketat.

3. Pemerintah yang Berdaulat (unsur konstitutif)

Pengertian pemerintah ada dua, arti luas dan arti sempit.

Arti luas, adalah keseluruhan badan pengurus negara dan segala organisasi negara.

Arti sempit, adalah suatu badan pimpinan yang terdiri atas seseorang atau beberapa orang

4. Pengakuan dari Negara Lain (unsur deklaratif)

Bersifat De Jure karena melibatkan hak dan kewajiban anggota masyarakat internasional.

Indonesia lahir secara de facto tanggal 17 Agustus saat proklamasi dan mendapat pengakuande jure tanggal 18 Agustus saat disahkannya UUD 1945


Pengakuan Dari Negara lain
Pengakuan dari negara lain bukanlah merupakan unsur pembentuk negara, tetapi sifatnya hanya menerangkan saja tentang adanya negara. Dengan kata lain pengakuan dari negara lain hanya bersifat deklaratif saja. pengakuan dibagi menjadi dua, yaitu de facto dan de jure:

a. Pengakuan secara de factoDiberikan jika suatu Negara baru sudah memenuhi unsur konstitutif dan juga telah menunjukkan diri sebagai pemerintahan yang stabil. Pengakuan de facto adalah pengakuan tentang kenyataan (fakta) adanya suatu Negara.
· Pengakuan de facto bersifat sementara
Pengakuan yang diberikan oleh suatu Negara melihat bertahan tidaknya Negara tersebut di masa depan. Jika Negara baru tersebut kemudian jatuh atau hancur, Negara itu akan menarik kembali pengakuannya.
· Pengakuan de facto bersifat tetap
Pengakuan dari Negara lain terhadap suatu Negara hanya bisa menimbulkan hubungan di bidang ekonomi dan perdagangan (konsul). Sedangkan dalam hubungan untuk tingkat Duta belum dapat dilaksanakan.

b. Pengakuan secara de jure
Pengakuan secara de jure adalah pengakuan secara resmi berdasarkan hukum oleh negara lain dengan segala konsekuensinya.
· Pengakuan de jure bersifat tetap
Pengakuan dari Negara lain berlaku untuk selama-lamanya setelah melihat adanya jaminan bahwa pemerintahan Negara baru tersebut akan stabil dalam jangka waktu yang cukup lama.

· Pengakuan de jure secara penuh
Terjadinya hubungan antara Negara yang mengakui dan diakui meliputi hubungan dagang, ekonomi, dan diplomatik. Negara yang mengakui berhak menempatkan Konsuler atau Kedutaan.

DEKRIT 5 JULI 59

Alasan Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
· Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.
· Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
· Situasi politik yang kacau dan semakin buruk.
· Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.
· Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional
· Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat
· Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai.

Tujuan Dekrit 5 Juli 1959
Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara

Isi Dekrit 5 Juli 1959
· Pembubaran Konstituante;
· Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950;
· Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini mendapat dukungan dari lapisan masyarakat Indonesia. Kasad (kepala staf Angkatan Darat) memerintahkan kepada segenap personil TNI untuk melaksanakan dan mengamankan dekrit tersebut. Mahkamah Agung membenarkan dekrit tersebut. DPR dalam sidangnya tertanggal 22 Juli 1959 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk terus bekerja dengan berpedoman pada UUD 1945.

Sumber2 Hukum di Indonesia
Sumber Hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu apabila dilanggar akan mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi materiil dan segi formil.
1. Sumber Hukum Materiil
Sumber Hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi kaidah hukum, dan terdiri atas:
a. Perasaan hukum seseorang atau pendapat umum
b. Agama
c. Kebiasaan, dan
d. Politik Hukum dari Pemerintah
Sumber hukum materiil yaitu tempat materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum.

2. Sumber Hukum Formil
Sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu berlaku.

Sumber Hukum Formil antara lain:
a. Undang-Undang (Statue)
Undang-Undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
b. Kebiasaan (Custom)
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang terus dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum.
c. Keputusan Hakim (Yurisprudensi)
Peraturan pokok yang pertama pada zaman Hindia Belanda dahulu adalah Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia yang disingkat A.B. (ketentuan-ketentuan umum tentang peraturan perundangan untuk Indonesia).
d. Traktat (Treaty)
Apabila dua orang mengadakan kata sepakat (konsensus) tentang sesuatu hal maka mereka itu lalu mengadakan perjanjian. Akibat dari perjanjian itu adalah kedua belah pihak terikat pada isi dari perjanjian yang disepakatinya.
e. Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)
Pendapat para sarjana hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim. Dalam Yurisprudensi terlihat bahwa hakim sering berpegang pada pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum.

Pengertian Grasi, Amnesti, Abolisi dan Rehabilitasi
- Grasi merupakan tindakan meniadakan hukuman yang telah diputuskan oleh hakim

- Rehabilitasi merupakan tindakan presiden dalam rangka mengembalikan hak seseorang yang telah hilang karena suatu keputusan hakim yang kemudian terbukti bahwa tindakan pelaku tidak seberapa dibanding dengan perkiraan semula atau bahkan ia tidak bersalah sama sekali

- Amnesti adalah suatu pernyataan terhadap orang banyak yang terlibat dalam suatu tindak pidana untuk meniadakan suatu akibat hokum pidana yang timbul dari tindak pidana tersebut

- Abolisi adalah suatu tindakan untuk menghentikan penyusutan & pemeriksaan suatu perkara, dimana pengadilan belum menjatuhkan keputusan terhadap perkara tersebut.

[Banyak sumber]

Matematika

0 komentar

ANGKA ROMAWI

Angka Romawi atau Bilangan Romawi adalah sistem penomoran yang berasal dari Romawi kuno. Sistem penomoran ini memakai huruf Latin untuk melambangkan angka numerik:


I
V
X
L
C
D
M


LUAS DAN VOLUME

1. RUMUS BANGUN RUANG KUBUS
Kubus terdapat 6 (enam) buah sisi yang berbentuk persegi dengan luas yang sama besar diantara sisinya.
Terdapat 12 (dua belas) rusuk dengan panjang rusuk yang sama panjang.
Semua sudut bernilai 90 derajat ataupun siku-siku.
Luas salah satu sisi = rusuk x rusuk
Luas Permukaan Kubus = 6 x rusuk x rusuk
Keliling Kubus = 12 x rusuk
Volume Kubus = rusuk x rusuk x rusuk ( rusuk 3 )

2. RUMUS BANGUN RUANG BALOK
Luas Permukaan Balok = 2 x {(pxl) + (pxt) + (lxt)}
Diagonal Ruang = Akar dari (p kuadrat + l kuadrat + t kuadrat)
Keliling Balok = 4 x (p + l + t)
Volume Balok = p x l x t (sama dengan kubus, tapi semua rusuk kubus sama panjang).

3. RUMUS BANGUN RUANG BOLA
Luas Bola = 4 x π x jari-jari x jari-jari, atau
4 x π x r2
Volume Bola = 4/3 x π x jari-jari x jari-jari x jari-jari
π = 3,14 atau 22/7

4. RUMUS BANGUN RUANG TABUNG/SILINDER
Volume = luas alas x tinggi, atau
luas lingkaran x t
Luas = luas alas + luas tutup + luas selimut, atau
( 2 x π x r x r) + π x d x t)

5. RUMUS BANGUN RUANG KERUCUT
Volume = 1/3 x π x r x r x t
Luas = luas alas + luas selimut


6. RUMUS BANGUN RUANG LIMAS
Volume = 1/3 luas alas tinggi sisi
Luas = luas alas + jumlah luas sisi tegak

Soal Pkn

0 komentar

1. Kebijakan terpusat adalah pengertian dari ........ (D)
A. Federasi
B. Desentralisasi
C. Dekonsentrasi
D. Sentralisasi

2. Yang termasuk ketentuan Otonomi daerah adalah ........(A)
A. Pemegang kekuasaan pemerintah daerah
B. Kekuasaan tetap milik pemerintah pusat
C. Kekuasaan milik negara bagian
D. Kekuasaan milik pemerintah daerah

3. Undang-Undang yang berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950 adalah ........ (c)
A. Undang-Undang Dasar 1945
B. Undang-Undang Dasar RIS
C. Undang-Undang Dasar Sementara
D. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945

4. I. TAP MPR, II. Perpu, III. Undang-Undang, IV. Peraturan Pemerintah, V. Undang-Undang Dasar, VI. Perda, VII. Keppres. Urutan tata perundang-undangan yang benar adalah ........(b)
A. V, III, II, I, VI, IV, dan VII
B. V, I, III, II, IV, VII, dan VI
C. V, III, I, II, IV, VI, dan VII
D. V, IV, VI, VII, I, II, dan III

5. Peraturan yang dibuat oleh presiden bersama-sama dengan DPR adalah ........ (d)
A. Undang-Undang Dasar
B. Perpu
C. Inpres
D. Undang-Undang

6. Hak asasi manusia pada dasarnya mempunyai kemerdekaan atau kebebasan sejak manusia lahir sebagai ........(c)
A. Milik bersama seluruh bangsa di dunia
B. Keseimbangan hidup di alam semesta
C. Anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa
D. Kebebasan manusia secara mutlak

7. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pendapat yang diatur oleh
UUD 1945 pasal 28 adalah kebebasan yang ........ (c)
A. Sebebas-bebasnya untuk mendirikan partai politik
B. Tidak mutlak karena dibatasi dengan kewajiban
C. Terikat dan dibatasi dengan peraturan atau UU
D. Sangat mutlak bagi setiap warga negara

8. Pada pelaksanaan demokrasi Pancasila, perbedaan pendapat justru menuju persatuan dan kesatuan bangsa, karena ........(d)
A. Mempunyai kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya
B. Menerima semua pendapat yang berbeda untuk menjadi satu
C. Anggota mayoritas mempunyai pendapat yang sangat dominan
D. Musyawarah mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan

9. Kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum dapat menggunakan dua cara, yaitu secara lisan atau tertulis. Contoh secara lisan adalah ........(b )
A. Menyampaikan saran pada saat musyawarah
B. Mengemukakan pendapat pada saat diskusi
C. Kepentingan rakyat pada umumnya
D. Kehendak yang akan dilaksanakan

10. Adanya sikap kepedulian terhadap hak dan kewajiban akan tercipta ........(b )
A.Suasana yang terlihat orang cenderung bekerja sendiri-sendiri
B.Suasana saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing
C.Perilaku yang tampak saling acuh tak acuh terhadap hak orang lain
D.Hukum yang berlaku hanya untuk orang-orang yang melanggar HAM

11. Segala warga negara tanpa terkecuali memperoleh perlindungan hukum, karena ........( a)
A. Kedudukan sama di depan hukum
B. Hukum melindungi warga negara
C. Hukum berada di atas segalanya
D. Negara kita adalah negara hukum

12. Hak kebebasan atau kemerdekaan dari segala bentuk penjajahan oleh bangsa lain. Ini merupakan pengaturan hak asasi manusia yang tercantum dalam ........(a )
A. Pembukaan UUD 1945 alinea I
B. Pembukaan UUD 1945 alinea II
C. Pembukaan UUD 1945 alinea III
D. Pembukaan UUD 1945 alinea IV

13. Pemegang kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah ........( a)
A. Rakyat Indonesia
B. Penduduk Indonesia
C. Anggota-anggota DPR
D. Anggota-anggota DPD

14. Istilah kedaulatan rakyat terdiri dari dua kata kedaulatan dan rakyat. Kedaulatan berasal dari bahasa Arab daulah, daulat, yang berarti ........(a )
A. Kekuasaan
B. Kerakyatan
C. Kejayaan
D. Kesaktian

15. Sekumpulan konsep bersistem yang dijadikan dasar, membentuk arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup suatu bangsa disebut ........(d )
A. Nasionalisme
B. Patriotisme
C. Idealisme
D. Ideologi

16. Sebagai dasar negara, istilah Pancasila pertama kali dikemukakan oleh Bung Karno pada tanggal ........(d )
A. 1 Juni 1944
B. 29 Mei 1945
C. 1 Juni 1945
D. 1 Mei 1945

17. Ciri-ciri ajaran ideologi komunis, di antaranya adalah ........(a )
A. Atheis
B. Oposisi
C. Demokrasi
D. Nasionalis

18. Pancasila yang benar dan otentik terdapat dalam ........(c )
A. GBHN
B. UU
C. Pembukaan UUD 1945
D. Konstitusi RIS

19. Syarat konstitusi berdirinya suatu negara adalah, kecuali ........(d )
A. harus ada rakyat
B. Wilayah tertentu
C. Pemerintah yang berdaulat
D. Berupa pengakuan dari negara lain

20. Segala upaya untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan cara meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara merupakan pengertian dari upaya pembelaan negara secara ........( c)
A. Fisik
B. Nonfisik
C. Fisik dan Nonfisik
D. Metafisik

21. Unsur-unsur berdirinya negara secara konstitusi adalah ........(b )
A. Rakyat, penduduk, dan wilayah
B. Rakyat, wilayah, dan pemerintah yang berdaulat
C. Rakyat, pemerintahan, dan pengakuan secara de facto
D. Rakyat, warga negara, dan pemerintah yang berdaulat

22. Fungsi perlawanan rakyat yang dilakukan dalam keadaan darurat perang dan merupakan unsur bantuan tempur bagi pasukan reguler TNI dan terlibat langsung di medan perang adalah ........( a)
A. Ratih
B. Kamtib
C. Satpam
D. Tibum

23. Contoh perbuatan yang mencerminkan patriotisme dalam kehidupan sehari-hari adalah ........(c )
A. Menghijaukan tanah-tanah gundul
B. Selalu meningkatkan prestasi pribadi
C. Bekerja dengan rasa tanggung jawab
D. Berprofesi sebagai tugas keamanan

24. Ikut serta dalam pembelaan bagi warga negara yang diatur dalam undang-undang merupakan ........(c )
A. Hak dan kewajiban negara
B. Hak dan Kewajiban pemerintah
C. Hak dan Kewajiban warga negara
D. Hak dan Kewajiban setiap orang dalam negara

25. Mahkamah Militer/Tentara Agung, berkedudukan di ibu kota ........(a )
A. Negara
B. Propinsi
C. Kabupaten
D. Kota

26. Keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan warga negara yang.menyangkut kepentingan umum disebut ........(c )
A. Hukum privat
B. Hukum positif
C. Hukum publik
D. Hukum pidana

27. Berikut ini adalah prinsip-prinsip peradilan, kecuali ........(c )
A.Peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
B.Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan
C.Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak-pihak lain di luar kekuasaan kehakiman diperbolehkan
D.Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang

28. Semua lembaga peradilan di seluruh wilayah NKRI adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan ........( c)
A. Undang-undang
B. Peraturan pemerintah
C. Undang-Undang Dasar
D. Keputusan presiden

29. Berikut ini adalah lembaga-lembaga peradilan di Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali ........( c)
A. Peradilan Umum
B. Peradilan Militer
C. Pengadilan HAM ad hoc
D. Peradilan Tata Usaha Negara

30. Koko Robert, seorang warga negara Papua Nugini kawin di Fiji dengan Elizabet Icih (WNI). Hukum yang mengatur peristiwa tersebut adalah ........(a )
A. Hukum perdata yang berlaku di Fiji
B. Hukum perdata yang berlaku di Papua Nugini
C. Hukum perdata yang berlaku di NKRI
D. Hukum perdata Internasional

31. Fungsi hukum pada dasarnya adalah ........(d )
A. Melindungi kepentingan manusia
B. Menciptakan keamanan
C. Menumbuhkan kesadaran hukum
D. Menciptakan keadilan dan kemanfaatan

32. Yang menjadi landasan konstitusional perlindungan hukum di Indonesia adalah ........( b)
A. Pancasila
B. UUD 1945
C. TAP-TAP MPR
D. Undang-Undang

33. Ahli hukum yang dipilih atau ditunjuk untuk membela terdakwa dalam sidang pengadilan adalah ........(b )
A. Pengacara
B. Penasihat hukum
C. Pokrol
D. Saksi

34. Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri, disebut ........(a )
A. Saksi
B. Tersangka/tertuduh
C. Terdakwa
D. Polisi

35. Seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana disebut ........(a )
A. Tersangka
B. Terdakwa
C. Terpidana
D. Tergugat

36. Berdasarkan amandemen ke-4 UUD 1945, yang tidak dapat dilakukan adalah terhadap ........(a )
A. Bahasa Negara
B. Lembaga Negara
C. Lagu Kebangsaan
D. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia

37. Naskah resmi UUD 1945 telah dimuat dan disiarkan pada tanggal 15 Februari 1946 dalam ........( b)
A. Peraturan Pemerintah
B. Berita Republik Indonesia
C. Keputusan Presiden
D. Lembaran Negara Republik Indonesia

38. Undang-Undang dasar 1945 adalah hukum dasar yang tertulis, ini berarti UUD 1945 mengikat kepada ........( d)
A. Warga negara, rakyat, dan lembaga negara
B. Warga negara, pemerintah dan rakyat, lembaga sosial
C. Warga negara, lembaga negara, pemerintah, dan masyarakat
D. Warga negara, pemerintah, lembaga negara, dan lembaga masyarakat

39. Sesudah adanya amandemen terhadap UUD 1945, maka sistematika Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengalami perubahan, yakni terdiri atas pasal .......(c )
A. Pembukaan dan Pasal-pasal
B. Pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan
C. XVI bab, 37 pasal, aturan peralihan dan aturan tambahan
D. Pembukaan, batang tubuh, aturan peralihan, dan aturan tambahan

40. Penggolongan hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum adalah seperti berikut ini, kecuali ........(a )
A. Hukum keluarga
B. Hukum harta kekayaan
C. Hukum administrasi negara
D. Hukum perseorangan

Sistem Pemerintahan

0 komentar


Pengertian Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur pemerintahannya. Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi:
·         Presidensial
·         Parlementer
·         Semipresidensial
·         Komunis
·         Demokrasi generous
·         generous
Sistem pemerintahan mempunyai sistem yang tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah john menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut. Secara luas berarti pengertian sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu john demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh. Secara sempit, Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama john mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.

Sistem Presidensial
Sistem presidensial (presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif. Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu:
Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait. Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan. Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif.
Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.

Sistem Pemerintahan Indonesia
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik.
Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Apa yang dimaksud dengan sistem pemerintahan presidensial? Untuk mengetahuinya, terlebih dahulu dibahas mengenai sistem pemerintahan.

I. Secara teori, berdasarkan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensiil. Namun dalam prakteknya banyak bagian-bagian dari sistem pemerintahan parlementer yang masuk ke dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Sehingga secara singkat bisa dikatakan bahwa sistem pemerintahan yang berjalan i Indonesia adalah sistem pemerintahan yang merupakan gabungan atau perpaduan antara sistem pemerintahan presidensiil dengan sistem pemerintahan parlementer. Apalagi bila dirunut dari sejarahnya, Indonesia mengalami beberapa kali perubahan sistem pemerintahan. Indonesia pernah menganut sistem kabinet parlementer pada tahun 1945 - 1949. kemudian pada rentang waktu tahun 1949 - 1950, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer yang semu. Pada tahun 1950 - 1959, Indonesia masih menganut sistem pemerintahan parlementer dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu. Sedangkan pada tahun 1959 - 1966, Indonesia menganut sistem pemerintahan secara demokrasi terpimpin. Perubahan dalam sistem pemerintahan tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Karena terjadi perbedaan pelaksanaan sistem pemerintahan menurut UUD 1945 sebelum UUD 1945 diamandemen dan setelah terjadi amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 - 2002. Berikut ini adalah perbedaan sistem pemerintahan sebelum terjadi amandemen dan setelah terjadi amandemen pada UUD 1945 :
Sebelum terjadi amandemen :
MPR menerima kekuasaan tertinggi dari rakyat
Presiden sebagai kepala penyelenggara pemerintahan
DPR berperan sebagai pembuat Undang - Undang
BPK berperan sebagai badan pengaudit keuangan
DPA berfungsi sebagai pemberi saran/pertimbangan kepada presiden / pemerintahan
MA berperan sebagai lembaga pengadilan dan penguki aturan yang diterbitkan pemerintah.
Setelah terjadi amandemen :
Kekuasaan legislatif lebih dominan
Presiden tidak dapat membubarkan DPR
Rakyat memilih secara langsung presiden dan wakil presiden
MPR tidak berperan sebagai lembaga tertinggi lagi
Anggota MPR terdiri dari seluruh anggota DPR ditambah anggota DPD yang dipilih secar langsung oleh rakyat
Dalam sistem pemerintahaan presidensiil yang dianut di Indonesia, pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang menjadi perhatian. Selain itu, pengawasan rakyat terhadap pemerintahan juga kura begitu berpengaruh karena pada dasarnya terjadi kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan yang ada di tangan presiden. Selain itu, terlalu sering terjadi pergantian pejabat di kabinet karena presiden mempunyai hak prerogatif untuk melakukan itu.


a. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen.
Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut.
·         Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
·         Sistem Konstitusional.
·         Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
·         Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat.
·         Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
·         Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
·         Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hampir semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itu tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya yaitu presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid. Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik dan pertentangan antar pejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan negara daripada keuntungan yang didapatkanya.

Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu berisi
adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif,
jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.
Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau amandemen atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia sekarang ini.
b. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen
Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.

Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut.
Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi.
Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial.
Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden  dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.
Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem pemerintahan parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut;
Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR.
Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR.
Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget (anggaran)
Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.

Dengan demikian, sistem pemerintahan suatu negara dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau type yang dapat diadopsi menjadi bagian dari sistem pemerintahan negara lain. Amerika Serikat john Inggris masing-masing telah mampu membuktikan diri sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial john parlementer seara excellent. Sistem pemerintahan dari kedua negara tersebut selanjutnya banyak ditiru oleh negara-negara lain di dunia yang tentunya disesuaikan dengan negara yang bersangkutan.

4. Sistem Pemerintahan Indonesia
Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen. Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).


Sistem Konstitusional.

Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas. Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hampir semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itu tidak adanya pengawasan john tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden sangat besar john cenderung dapat disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya yaitu presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang kompak john sound. Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik john pertentangan antar pejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih banyak merugikan bangsa john negara daripada keuntungan yang didapatkanya.

Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu berisi adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif, jaminan atas hak asasi manusia john hak-hak warga negara. Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau amandemen atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, john 2002. berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia sekarang ini. w. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.

Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi. Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial. Presiden adalah kepala negara john sekaligus kepala pemerintahan. Presiden john wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket. Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden john bertanggung jawab kepada presiden. Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) john Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif john kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung john badan peradilan dibawahnya.

Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem pemerintahan parlementer john melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut; Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung. Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR.

Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang john hak price range (anggaran) Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks as well as sense of balance, john pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan john fungsi anggaran.


Jakarta, 6 Maret 2003 MPR sekarang harus sesuai dengan ketentuan perubahan UUD 1945 Kedudukan, tugas, dan wewenang MPR hasil Pemilu 1999 harus sesuai dengan ketentuan Perubahan UUD 1945, sehingga Peraturan Tata Tertib MPR harus diubah dan disesuaikan dengan kedudukan, tugas, dan wewenang MPR menurut Perubahan UUD 1945.
Demikian pendapat pakar hukum tata negara A. Mukhtie Fajar dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panitia Ad Hoc (PAH) II Badan Pekerja (BP) MPR di Gedung Nusantara IV MPR/DPR dalam rangka Penyesuaian Perubahan Tata Tertib MPR terhadap UUD 1945, Kamis (6/3) siang.
Rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua PAH II Rambe Kamarulzaman itu menghadirkan dua pakar hukum tata negara yaitu A. Mukhtie Fajar dan Himawan Estu Bagijo. Kepada Anggota PAH II, Mukhtie mengungkapkan, karena MPR baru menurut Perubahan UUD 1945 belum terbentuk, maka MPR yang sekarang (MPR hasil Pemilu 1999) menurut Pasal II Aturan Peralihan Perubahan UUD 1945 masih berfungsi, dengan catatan sepanjang untuk melaksanakan ketentuan UUD. Mukhtie menjelaskan, berarti MPR sekarang hanya berfungsi untuk melaksanakan tugas dan wewenang MPR sesuai dengan ketentuan Perubahan UUD 1945, bukan tugas dan wewenang MPR sebelum Perubahan UUD 1945.
Oleh karena itu, dengan sendirinya MPR harus mengubah Peraturan Tata Tertib persidangannya dan disesuaikan dengan kedudukan, tugas dan wewenang MPR menurut Perubahan UU1945, meskipun berdasarkan Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945, Tata Tertib MPR yang ada (Ketetapan MPR No. II/MPR/1999 dengan perubahan yang terakhir melalui Ketetapan MPR No. V/MPR/2002) masih tetap berlaku sepanjang belum diadakan yang baru.
Selain itu, Mukhtie berpendapat, keharusan MPR untuk menyesuaikan Peraturan Tata Tertib persidangannya juga telah diamanatkan oleh Pasal 3 Ketetapan MPR No. III/MPR/2002 tentang Penetapan Pelaksanaan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2003 yang berbunyi: menugaskan kepada Badan Pekerja MPR RI untuk menyesuaikan Peraturan Tata Tertib MPR RI dengan UUD 1945.
Dengan demikian, perubahan Peraturan Tata Tertib MPR adalah sangat relevan dan bahkan merupakan suatu keharusan, karena Peraturan Tata Tertib yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan kedudukan, tugas, dan wewenang MPR menurut UUD 1945 yang telah mengalami perubahan,
Perubahan yang bersifat menyeluruh terhadap Peraturan Tata Tertib MPR, menurut Mukhtie, diperlukan untuk MPR hasil Pemilu 2004 yang disesuaikan dengan ketentuan Perubahan UUD 1945 dan Undang-Undang organik tentang MPR (Undang-Undang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD). Tentang Sidang Tahunan MPR Tahun 2003 dan kemungkinan persidangan lainnya sebelum terbentuknya MPR hasil Pemilu 2004, Mukhtie mengingatkan, perlu diantisipasi adanya Sidang Istimewa MPR karena penerapan Pasal 7B ayat (6) dan (7) mengenai peranan Mahkamah Konstitusi yang dijalankan oleh Mahkamah Agung.
MPR Tetap Lembaga Negara Tertinggi Berbeda dengan pendapat A. Mukhtie Fajar bahwa kedudukan MPR harus disesuaikan dengan Perubahan UUD 1945 dan bukan lagi merupakan lembaga tertinggi Negara.

Dalam UUD 1945, tidak dirinci secara tegas bagai mana pembentukan awal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Penelusuran sejarah mengenai cikal-bakal twerbentuknya majelis menjadi sangat penting dilakukan untuk memahami konteksnya dalam UUD 1945. Demikian juga halnya dengan MPR sebagai lembaga tertinggi Negara.
Walaupun demikian masih ada satu ketentuan yang sekurang-kurangnya masih dapat dijadikan pegangan atau petunjuk. Hal ini terdapat dalam pasal 2 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi : “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) ditambah dengan utusan-utusan atau ditetapkan dengan undang-undang”. Dengan mengadakan tafsiran yang luas maka ketentuan diatas mengandung arti pula, bahwa MPR akan diatur lebih lahjut dengan undang-undang.
Dari uraian tersebut penting bagi kita untuk mengetahui pembentukan MPR. Kita perlu meninjau lebih dahulu cara pengisiannya, untuk mengetahui cara perngisiannya untuk itu kita perlu mengetahui susunannya. Susunan MPR diatur dalam Undang-Undang No.2/1985 tentang perubahan atas Undang-Undang No.16/1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.

MPR Sebelum Amandemen UUD 1945
Setruktur , fungsi, wewenang, dan keanggotaan MPR sebelum amandemen UUD 1945. Uraian tersebut terutama difokuskan pada pembahasan tentang keanggotaan, susunan dan kedudukan, serta wewenang MPR RI sesuai UUD 1945

1.      Keanggotaan MPR RI
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No.2/1985, dikatakan bahwa jumlah anggota MPR dua kali lipat jumlah anggota DPR, yaitu anggota DPR 500 orang dan anggota MPR 1000 orang
Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang diatas, MPR terdiri atas anggota DPR ditambah dengan Utusan Daerah, Utusan Organisasi Kekuatan Sosial Politik peserta pemilu, dan Golongan Karya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Serta Utusan golongan-golongan sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945
Dalam pasal 2 Undang-Undang No.16/1969 setelah dirubah terakhir dengan Undang-Undang No.2/1985 ditentukan syarat-syarat menjadi Utusan Daerah sebagai berikut :
a.       Warga Negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 tahun serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Dapat berbahasa Indonesia dan cakap menulis dan membaca huruf latin.
c.       Setia kepada Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Dasar Negara dan Ideologi Nasional.
d.      Bukan bekas anggota organisasi terlarang PKI dan anggota terlarang lainnya.
e.      Tidak sedang dicabut hak pilihnya.
f.        Tidak terganggu jiwanya.
Keanggotaan MPR terdiri atas :
1.      Hasil pemilu 7 juli 1999 (UU No.4/1999 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD) :
                   a.      Anggota DPR sebanyak 500 orang terdiri atas :
·             Pemilihan parpol beserta pemilu sebanyak 462 orang
·             Pengangkatan TNI/Polri 38 orang
                  b.      Anggota tambahan terdiri atas :
·             Utusan Daerah sebanyak 135 orang
·             Utusan golongan sebanyak 65 orang
2.      Hasil pemilu 5 april 2004 (pasal 2 (1) UUD 1945) :
a.       DRP sebanyak 550 orang
b.      DPD sebanyak 1/3 X 550 orang = 183 orang

2.      Susunan dan Kedudukan MPR RI
Adapun susunan MPR diatur dalam Undang-Undang No.16/1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Menurut pasal 1 ayat (1) undang-undang diatas Majelis ini terdiri atas anggota DPR ditambah utusan dari Daerah, Golongan Politik dan Golongan Karya.
Mengenai utusan daerah perlu disoroti khusus masalah Gubernur/Kepala Daerah yang harus dipilih sebagai utusan daerah. Menurut pasal 8 ayat (2) Undang-Undang No.16/1969 utusan daerah termaksud Gurbernur/Kepala Daerah dipilih oleh DPRD Tingkat I. Namun muncul pertanyaa tentang dipilihnya Gubernur sebagai utusan daerah untuk menjadi anggota MPR . Menurut pendapat Prof. DR. Sri Soemantri, SH, hal itu tidak sesuai dengan arti yang terdapatdalam perkataan “memilih” atau “dipilih”.
Dalam pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No.16/1969setelah diubah dengan Undang-Undang No.2/1985 ditentukan, bahwa jumlah anggota tambahan MPR yang berkedudukan sebagai utusan daerah sekurang-kurangnya 4 orang dan sebanyak-banyaknya 8 orang untuk tiap-tiap daerah tingkat I, dengan ketentuan :
a.       Daerah Tingkat I yang berpenduduk kurang dari 1.000.000 orang mendapat 4 orang utusan.
b.      Daerah Tingkat I yang berpenduduk 1.000.000 orang sampai 5.000.000 orang mendapat 5 orang utusan.
c.       Daerah Tingkat I yang berpenduduk 5.000.000 orang sampai 10.000.000 orang mendapat 6 orang utusan.
d.      Daerah Tingkat I yang berpenduduk 10.000.000 orang sampai 15.000.000 orang mendapat 7 orang utusan.
e.      Daerah Tingkat I yang berpenduduk 15.000.000 orang keatas mendapat 8 orang utusan.


3.      Tugas dan Wewenang MPR RI
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 berbunyi “Kedauatan yang ada ditangan rakyat dilakukan sepeuhnya oleh MPR”. Artinya pelaksanaan kedauatan rakyat dinegara Republik Indonesia berada dalam satu tangan atau badan. Tugas dan wewenang MPR diatur dalam UUD 1945 dan Ketetapan MPR No.1/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib MPR
Adapun Tugas MPR diatur dalam pasal 3 dan pasal 6 UUD 1945 serta pasal 3 Ketetapan MPR No.1/MPR/1983, meliputi :
a.    Menetapkan Undang-Undang Dasar.
UUD 1945 ditetapkan oleh suatu Lembaga Negara yang bernama Konstituante atau sidang pembuat UUD 1945. Dalam pasal 186 konstitusi tersebut dikatakan bahwa Konstituante bersama-sama dengan pemerintah secepatnya menetapkan Konstitusi Republik.
b.      Menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara.
MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia dengan jumlah yang cukup besar tidak mungkin setiap hari menjalankan sidang. Akan tetapi dibawah majelis ini terdapat Lembaga-Lembaga lain seperti Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPA, MA dan Badan Pemeriksa Keuangan.Supaya lembaga ini tidak melakukan tindakan semaunya sendiri maka Majelis menetapkan bermacam-macam pedoman yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh lembaga tersebut. Disamping UUD 1945 pedoman tersebut dituangkan pula dalam GBHN.
c.    Memilih (mengangkat) Presiden dan Wakil Presiden.
Hal ini diatur dalam pasal 6 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak”. Ketentuan ini kemudian dilengkapi dengan Ketetapan MPR No. II/MPR/1973 tentang Tata Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Adapun wewenang MPR meliputi sembilan macam yaitu :
a.       Mebuat putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh Lembaga Negara yang lain.
b.      Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan Majelis.
c.       Menyelesaikan pemilihan dan mengangkat Presiden dan Wapres.
d.      Meminta pertanggung jawaban dari Presiden mengenai GBHN.
e.      Memberhentikan Presiden apabila melanggar UUD 1945/Haluan Negara.
f.        Mengubah Undang-Undang Dasar.
g.       Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis.
h.      Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan anggota.
i.         Mengambil keputusan terhadap anggota yang melanggar janji anggota.


MPR Pasca Amandemen UUD 1945
UUD 1945 hasil amandemen secara jelas menetapkan perubahan mengenai kewenangan dan komposisi MPR. Dampak perubahan tersebut telah menyebabkan MPR kehilangan kedudukan sebagai lembaga tertinggi Negara.
Perbedaan kewarganegaraan dan komposisi MPR pasca amandemen UUD 1945 sangat sinifikan khususnya untuk pasal 1 ayat 2 UUD 1945. Sebelum amandemen pasal ini menyebutkan kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Setelah diamandemen pasal telah diubah menjadi “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhny menurut Undang-Undang Dasar.

1.      Keanggotaan MPR
UUD 1945 pasca amandemen menyatakan menyatakan bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD, yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Ketentuan ini mengimplikasikan pengaturan struktur MPR sangat stesifik terutama karena tidak ada anggota MPR yang diangkat.
Dalam undang-undang No.22 tahun 2003 tentang Susduk, pasal 2 mempertegas ketentuan UUD 1945 setelahperubahan bahwa MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Selanjutnya dalam pasal 3  UU susduk di jelaskan bahwa keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden. Masa jabatan juga ditentukan dalam pasal 4 UU No.22.
Ketentuan mengenai MPR didalam UUD 1945 maupun UU susduk menjelaskan beberapa hal penting. Pertama, keanggotaan MPR merupakan anggota dari dua institusi yang berbeda dn mandiri. Kedua institusi tersebut memiliki tugas, wewenang dan alat kelengkapan sendiri.

2.      Tugas dan Wewenang MPR
Tugas dan wewenang MPR mengalami perubahan setelah perubahan UUD 1945. Sebelum perubahan MPR merupakan lembaga tertinggi Negara. Kekuasaannya tidak terbatas, namun setelah perubahan MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi Negara dan kewenangannya juga terbatas.
Sesuai pasal 11 Undang-Undang No.22 Tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
tugas dan wewenang MPR adalah :
a.       Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
b.      Melantik presiden dan wakil presiden dari hasil pemilu dan sidang paripurna MPR.
c.       Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi.
d.      Melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden berhenti.
e.      Menetapkan Peraturan dan Kode Etik MPR.
f.        Memilih presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan.

3.      Hak dan Kewajiban MPR
Hak MPR Pasca Amandemen UUD 1945
Hak MPR yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang No.22 Tahun 2003 pasal 12 ayat (1) adalah :
a.       Mengajukan usul perubahan pasal undang-undang dasar
b.      Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan putusan
c.       Memilih dan dipilih
d.      Membela diri
e.      Imunitas
f.        Protokoler
g.       Keuangan dan administrative
Kewajiban MPR pasca amandemen UUD 1945
Kewajiban MPR berdasarkan UU No.22 tahun 2003 mencakup :
a.       Mengamalkan pancasila
b.      Melaksanakan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
c.       Menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kerukunan nasional
d.      Mendahulukan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan
e.      Melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah

4.      Sidang dan Keputusan MPR
UU No.22 Tahun 2003 pasal 14 ayat 1 sampai 4 mengatur tentang mekanisme persidangan MPR sebagai berikut :
a.       MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibu Kota Negara
b.      Sidang MPR sah bila dihadiri :
·             Sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota MPR untuk memutuskan usul DPR untuk memberhentikan presiden dan wakil presiden
·             Sekurang-kurangnya  2/3 dari jumlah anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD 1945
·             Sekurang-kurangnya 50% +1 dari jumlah anggota MPR untuk selain sidang-sidang sebagaimana dimaksud diatas
c.       Tata cara penyelenggaraan sidang sebagaimana diatur pada ayat 1, 2, dan3 dalam peraturan tata tertipb MPR
Macam-macam Rapat MPR antara lain :
a.       Rapat Paripurna (Rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota MPR)
b.      Rapat Pimpinan (Rapat yang dihadiri oleh seluruh pimpinan MPR)
c.       Rapat Badan Pekerja
d.      Rapat Komisi (Pembagian tugas)
e.      Rapat Gabungan antara Pimpinan dengan Pimpinan Komisi
f.        Rapat Panitia Ad Hoc
g.       Rapat Fraksi (Kelompok Partai)
Putusan MPR
a.       Putusan dimana dimaksud dalam pasal 14 ayat 2 dan 3 ditetapkan dengan persetujuan sekurang-kurngnya 2/3 dari jumlah anggota MPR yang hadir
b.      Putusan bagaimana dimaksud pada pasal 2dan 3 ditetapkan dengan persetujuan 50% + 1 dari seluruh jumlah MPR
c.       Putusan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat 2 dan 3 ditetapkan dengan suara terbanyak
d.      Sebelum mengambil keputusan dengan suara yang terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat 3 terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat
Bentuk-bentuk Putusan MPR :
a.       Perubahan Undang-Undang Dasar adalah putusan Majelis
·             Mempunyai kekuatan hokum sebagai UUD
·             Tidak menggunakan nomor putusan Majelis
b.      Ketetapan MPR adalah putusan Majelis
·             Berisi arah kebijakan penyelenggaraan Negara
·             Mempunyai kekuatan hukum mengikat kedalam dan keluar Majelis
·             Menggunakan nomor putusan Majelis
c.       Keputusan MPR adalah putusan Majelis
·             Berisi aturan/ketentuan intern Majelis
·             Menggunakan nomor putusan Majelis
Proses Pembuatan Putusan MPR
a.       Pembuatan putusan MPR dilakukan melalui empat tingkat pembicaraan, kecuali untuk laporan pertanggung jawaban Presiden dan hal-hal yang dianggap perlu oleh MPR
b.      Tingkat-tingkat pembicaraan proses pembuatan putusan MPR adalah :
·             Tingkat I :
Pembahasan oleh BP MPR terhadap bahan-bahan yang masuk dan hasil dari pembahasan tersebut merupakan Rancangan Ketetapan/ Keputusan MPR sebagai bahan pokok pembicaraan Tingkat II
·             Tingkat II :
Pembahasan oleh Rapat Paripurna MPR yang diakui oleh penjelasan Pimpinan dan dilanjutkan dengan pemandangan umum fraksi-fraksi
·             Tingkat III :
Pembahasan oleh Komisi/Panitia Ad Hoc MPR terhadap semua hasil pembicaraan Tingkat I dan II. Hasil pembahasan pada Tingkat III ini merupakan Rancangan Ketetapan/Keputusan MPR
·             Tingkat IV :
Pengambilan putusan oleh rapat paripurna MPR setelah mendengar laporan dari Pimpinan Komisi/Panitia Ad Hoc MPR dan bilamana perlu dengan kata terakhir dari fraksi-fraksi pengambilan putusan MPR ditetapkan dengan suara terbanyak

5.      Alat- alat Kelengkapan MPR
Alat Kelengkapan Majelis meliputi :
a.      Pimpinan Majelis
Pimpinan majelis merupakan satu kesatuan Pimpinan yang bersifat kolektif. Pimpinan majelis yang terdiri atas seorang ketua dan tiga orang wakil ketua yang mencerminkan unsur DPR dan DPD yang dipilih dari dan anggota majelis dalam rapat paripurna
Tata Cara Pemilihan Pimpinan Majelis
·             Calon Pemimpin Majelis dipilih dari dan oleh anggota Majelis
·             Calon Pemimpin Majelis berjumlah empat orang yang terdiri dari dua dari unsur DPR dan dua dari DPD
·             Empat orang yang mendapat suara terbanyak ditetapkan menjadi ketua dan yang tiga menjadi wakil ketua
·             Ketua dan Wakil Ketua Majelis diresmikan dengan Keputusan Majelis
·             Tugas Pimpinan Majelis
·             Memimpin rapat-rapat Majelis
·             Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja
·             Menyiapkan rancangan sidang
·             Menjadi juru bicara Majelis
·             Menjaga ketertiban dalam rapat
Wewenang Pimpinan Majelis
·             Anggota Pimpinan Majelis berwewenang bertindak atas nama Pimpinan Majelishanya dalam hal yang bersifat protokoler
·             Pimpinan Majelis tidak berwenang mengeluarkan statemen politik atas nama Majelis dan jabatannya kecuali ditugaskan Majelis
b.      Panitia Ad Hoc Majelis
Panitia Ad Hoc Majelis merupakan alat kelengkapan Majelis yang dibentuk oleh Majelis untuk melaksanakan tugas tertentu yang diperlukan dalam sidang Majelis.
Panitia Ad Hoc Majelis terdiri atas Pimpinan Majelis dan sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyak-banyaknya 70 orang yang susunannya mencerminkan secara proporsional unsur DPR dan DPD.
c.       Badan Kehormatan Majelis
Badan Kehormatan Majelis merupakan alat kelengkapan mMajelis yang dibentuk oleh Majelis.
Tugas dan wewenang Badan Kehormatan Majelis
·             Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran tata tertib Majelis dan kode etik anggota Majelis
·             Memanggil anggota yang bersangkutan untuk memberikan pemjelasan tentang pelanggaran yang dilakukan
·             Memanggil pelapor, saksi/ pihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan dan bukti lain
·             Memutuskan pemberian sanksi sesuai dengan tata tertib Majelis dan kode etik anggota Majelis
d.      Alat Kelengkapan lain bila diperlukan
Apabila alat kelengkapan Majelis tidak dapat menampung pekerjaan yang ditugaskanoleh Rapat Majelis, Pemimpin Majelis dengan disetujui anggota majelis dapat membentuk alat kelengkapan baru untuk melaksanakan tugas sesuai hasil Rapat dan Putusan Majelis.

“ Tugas Pokok dan Fungsi Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif “
Pemikiran tentang pemisahan kekuasaan dipengaruhi oleh teori John Locke (1632-1704) seorang filosof Inggris yang pada tahun 1690 menerbitkan buku “Two Treties on Civil Government”. Dalam bukunya itu John Locke mengemukakan adanya tiga macam kekuasaan di dalam Negara yang harus diserahkan kepada badan yang masing-masing berdiri sendiri, yaitu kekuasaan legislative (membuat Undang-Undang), kekuasaan eksekutif (melaksanakan Undang-Undang atau yang merupakan fungsi pemerintahan) dan kekuasaan federatif (keamanan dan hubungan luar negeri).
Negara republik indonesia mengenal adanya lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam UUD 1945 dengan melaksanakan pembagian kekuasaan (distribution of power) antara lembaga-lembaga negara. Kekuasaan lembaga-llembaga negara tidaklah di adakan pemisahan yang kaku dan tajam, tetapi ada koordinasi yang satu dengan yang lainnya.
Sebagai negara demokrasi, pemerintahan Indonesia menerapkan teori trias politika. Trias politika adalah pembagian kekuasaan pemerintahan menjadi tiga bidang yang memiliki kedudukan sejajar. Ketiga bidang tersebut yaitu :
1.        Legislatif bertugas membuat undang undang. Bidang legislatif adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
2.        Eksekutif bertugas menerapkan atau melaksanakan undang-undang. Bidang eksekutif adalah presiden dan wakil presiden beserta menteri-menteri yang membantunya.
3.        Yudikatif bertugas mempertahankan pelaksanaan undang-undang. Adapun unsur yudikatif terdiri atas Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Diatas itu merupakan penjabaran dari tugas pokok dari tiap-tiap lembaga yang ada di Indonesia. Berikut ini merupakan penjelasan secara jelas tentang fungsi-fungsi dari ketiga tersebut :
1.    Fungsi-fungsi legislatif
Di Negara Indonesia lembaga legislatif lebih dikenal dengan nama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu. DPR berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut DPRD provinsi dan yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD kabupaten/kota.

Berdasarkan UU Pemilu N0. 10 Tahun 2008 ditetapkan sebagai berikut:
a.       jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang;
b.      jumlah anggota DPRD provinsi sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyak- banyak 100 orang;
c.       jumlah anggota DPRD kabupaten/kota sedikitnya 20 orang dan sebanyak- banyaknya 50 orang.

Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPR berdomisili di ibu kota negara. Masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna DPR.

Lembaga negara DPR yang bertindak sebagai lembaga legislatif mempunyai fungsi berikut ini :
1.       Fungsi legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.
2.       Fungsi anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3.       Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap pemerintahan yang menjalankan undang-undang.

DPR sebagai lembaga negara mempunyai hak-hak, antara lain sebagai berikut.
1.       Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas bagi kehidupan masyarakat.
2.       Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3.       Hak menyatakan pendapat adalah hak DR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah mengenai kejadian yang luar biasa yang terdapat di dalam negeri disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Untuk memudahkan tugas anggota DPR maka dibentuk komisi-komisi yang bekerja sama dengan pemerintah sebagai mitra kerja.

2.    Fungsi-fungsi eksekutif
Eksekutif di era modern negara biasanya diduduki oleh Presiden atau Perdana Menteri. Chief of State artinya kepala negara, jadi seorang Presiden atau Perdana Menteri merupakan kepala suatu negara, simbol suatu negara. Di Indonesia sendiri lembaga eksekutif dipegang penuh oleh seorang presiden.
Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif yaitu presiden mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara. Sebelum adanya amandemen UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR, tetapi setelah amandemen UUD1945 presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Presiden dan wakil presiden sebelum menjalankan tugasnya bersumpah atau mengucapkan janji dan dilantik oleh ketua MPR dalam sidang MPR. Setelah dilantik, presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan program yang telah ditetapkan sendiri. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden dan wakil presiden tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Sebagai seorang kepala negara, menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden mempunyai wewenang sebagai berikut:
1.       membuat perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
2.       mengangkat duta dan konsul. Duta adalah perwakilan negara Indonesia di negara sahabat. Duta bertugas di kedutaan besar yang ditempatkan di ibu kota negara sahabat itu.
Sedangkan konsul adalah lembaga yang mewakili negara Indonesia di kota tertentu di bawah kedutaan besar kita.
1.       menerima duta dari negara lain
2.       memberi gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya kepada warga negara Indonesia atau warga negara asing yang telah berjasa mengharumkan nama baik Indonesia.
Sebagai seorang kepala pemerintahan, presiden mempunyai kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan pemerintahan negara Indonesia. Wewenang, hak dan kewajiban Presiden sebagai kepala pemerintahan, diantaranya:
1.       memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar
2.       berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR
3.       menetapkan peraturan pemerintah
4.       memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang- Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa
5.       memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Grasi adalah pengampunan yang diberikan oleh kepala negara kepada orang yang dijatuhi hukuman. Sedangkan rehabilitasi adalah pemulihan nama baik atau kehormatan seseorang yang telah dituduh secara tidak sah atau dilanggar kehormatannya.
6.       memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Amnesti adalah pengampunan atau pengurangan hukuman yang diberikan oleh negara kepada tahanan-tahanan, terutama tahanan politik. Sedangkan abolisi adalah pembatalan tuntutan pidana.
Selain sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, seorang presiden juga merupakan panglima tertinggi angkatan perang.
Dalam kedudukannya seperti ini, presiden mempunyai wewenang sebagai berikut:
1.       menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR
2.       membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
3.       menyatakan keadaan bahaya.

3.    Fungsi-fungsi yudikatif
Kekuasaan Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun memberi sanksi atas setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan kedalam daftar masalah hukum berikut: Criminal law (petty offense, misdemeanor, felonies); Civil law (perkawinan, perceraian, warisan, perawatan anak); Constitution law (masalah seputar penafsiran kontitusi); Administrative law (hukum yang mengatur administrasi negara); International law (perjanjian internasional).

a.       Criminal Law, penyelesaiannya biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di Indonesia sifatnya berjenjang, dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan Tinggi (tingkat provinsi, dan Mahkamah Agung (tingkat nasional). Civil law juga biasanya diselesaikan di Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya dipegang oleh Pengadilan Agama.
b.      Constitution Law, kini penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah Konstitusi. Jika individu, kelompok, lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu undang-undang atau keputusan, upaya penyelesaian sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.
c.       Administrative Law, penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi, dan sejenisnya.

d.      International Law, tidak diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah kendali suatu negara melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).