Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkanPancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.
Falsafah pancasila
Nilai-nilai pancasila mendasari pengembangan wawasan nasional. Nilai-nilai tersebut adalah:
1. Penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti memberi kesempatan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing- masing.
2. Mengutamakan kepentingan masyarakat daripada individu dan golongan.
3. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
Pengaruh geografi merupakan suatu fenomena yang perlu diperhitungkan, karena Indonesia kaya akan aneka Sumber Daya Alam (SDA) dan suku bangsa.
Aspek sosial budaya
Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang masing-masing memiliki adat istiadat, bahasa, agama, dan kepercayaan yang berbeda - beda, sehingga tata kehidupan nasional yang berhubungan dengan interaksi antargolongan mengandung potensi konflik yang besar.mengenai berbagai macam ragam budaya [2]
Aspek sejarah
Indonesia diwarnai oleh pengalaman sejarah yang tidak menghendaki terulangnya perpecahan dalam lingkungan bangsa dan negara Indonesia. Hal ini dikarenakankemerdekaan yang telah diraih oleh bangsa Indonesia merupakan hasil dari semangat persatuan dan kesatuan yang sangat tinggi bangsa Indonesia sendiri. Jadi, semangat ini harus tetap dipertahankan untuk persatuan bangsa dan menjaga wilayah kesatuan Indonesia.
Fungsi
Gambaran dari isi Deklarasi Djuanda.
1. Wawasan nusantara sebagai konsepsi ketahanan nasional, yaitu wawasan nusantara dijadikan konsep dalam pembangunan nasional, pertahanan keamanan, dan kewilayahan.
2. Wawasan nusantara sebagai wawasan pembangunan mempunyai cakupan kesatuan politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial dan ekonomi, kesatuan sosial dan politik, dan kesatuan pertahanan dan keamanan.
3. Wawasan nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara merupakan pandangan geopolitik Indonesia dalam lingkup tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara.
4. Wawasan nusantara sebagai wawasan kewilayahan, sehingga berfungsi dalam pembatasan negara, agar tidak terjadi sengketa dengan negara tetangga.[3] Batasan dan tantangan negara Republik Indonesia adalah:[3]
· Risalah sidang BPUPKI tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 tentang negara Republik Indonesia dari beberapa pendapat para pejuang nasional. Dr. Soepomo menyatakan Indonesia meliputi batas Hindia Belanda, Muh. Yamin menyatakan Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Sunda Kecil, Borneo, Selebes, Maluku-Ambon, Semenanjung Melayu, Timor,Papua, Ir. Soekarno menyatakan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
· Ordonantie (UU Belanda) 1939, yaitu penentuan lebar laut sepanjang 3 mil laut dengan cara menarik garis pangkal berdasarkan garis air pasang surut atau countourpulau/darat. Ketentuan ini membuat Indonesia bukan sebagai negara kesatuan, karena pada setiap wilayah laut terdapat laut bebas yang berada di luar wilayah yurisdiksinasional.
· Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957 merupakan pengumuman pemerintah RI tentang wilayah perairan negara RI, yang isinya:
1. Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis pasang surut (low water line), tetapi pada sistem penarikan garis lurus (straight base line) yang diukur dari garis yang menghubungkan titik - titik ujung yang terluar dari pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah RI.
2. Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut.
3. Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezim Hukum Internasional, di mana batasan nusantara 200 mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia. Dengan adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal, Indonesia menjadi utuh dan tidak terpecah lagi.
Tujuan wawasan nusantara terdiri dari dua, yaitu:
1. Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah "untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial".
2. Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia.
Implementasi
Kehidupan politik
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan wawasan nusantara, yaitu:[5]
1. Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur dalam undang-undang, seperti UU Partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden. Pelaksanaan undang-undang tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan persatuan bangsa.Contohnya seperti dalam pemilihan presiden, anggota DPR, dan kepala daerah harus menjalankan prinsip demokratis dan keadilan, sehingga tidak menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Seluruh bangsa Indonesia harus mempunyai dasar hukumyang sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian. Di Indonesia terdapat banyak produk hukum yang dapat diterbitkan oleh provinsi dan kabupaten dalam bentuk peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku secara nasional.
3. Mengembangkan sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa yamg berbeda, sehingga menumbuhkan sikaptoleransi.
4. Memperkuat komitmen politik terhadap partai politik dan lembaga pemerintahan untuk meningkatkan semangat kebangsaan, persatuan dan kesatuan.
5. Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps diplomatik sebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulau-pulau terluar dan pulau kosong.
Kehidupan ekonomi[sunting sumber]
1. Wilayah nusantara mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, seperti posisi khatulistiwa, wilayah laut yang luas, hutan tropis yang besar, hasil tambang dan minyak yang besar, serta memeliki penduduk dalam jumlah cukup besar. Oleh karena itu, implementasi dalam kehidupan ekonomi harus berorientasi pada sektor pemerintahan,pertanian, dan perindustrian.
2. Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan antar daerah. Oleh sebab itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan upaya dalamkeadilan ekonomi.
3. Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti dengan memberikan fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha kecil.
Kehidupan sosial[sunting sumber]
Tari pendet dari Bali merupakan budaya Indonesia yang harus dilestarikan sebagai implementasi dalam kehidupan sosial.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan sosial, yaitu :[5]
1. Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang berbeda, dari segi budaya, status sosial, maupun daerah. Contohnya dengan pemerataan pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus diprioritaskan bagi daerah tertinggal.
2. Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumber pendapatan nasional maupun daerah. Contohnya dengan pelestarian budaya, pengembangan museum, dan cagar budaya.
Kehidupan pertahanan dan keamanan[sunting sumber]
Membagun TNI Profesional merupakan implementasi dalam kehidupan pertahanan keamanan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan pertahanan dan keamanan, yaitu :[5]
1. Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena kegiatan tersebut merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara lingkungan tempat tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan hal-hal yang mengganggu keamanan kepada aparat dan belajarkemiliteran.
2. Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau pulau juga menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan ini dapat diciptakan dengan membangun solidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda daerah dengan kekuatan keamanan.
3. Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan wilayah terluar Indonesia.
PEMDA
Pemerintah Daerah adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang terdiri dari Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah.
Pemerintah Daerah dapat berupa:
· Pemerintah Daerah Provinsi (Pemprov), yang terdiri atas Gubernur dan Perangkat Daerah, yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis Daerah
· Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Pemkab/Pemkot) yang terdiri atas Bupati/Walikota dan Perangkat Daerah, yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah,Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan.
HAK – HAK DPR
1. Hak angket, adalah hak DPR untuk mengadakan penyelidikan mengenai masalah tertentu.
2. Hak Interpelasi, adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah atau presiden.
3. Hak menyatakan pendapat, adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air, maupun di kancah internasional.
4. Hak budget, adalah hak DPR untuk mengesahkan RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan Balanja Negara) menjadi APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara).
5. Hak Bertanya, adalah hak DPR untuk mengajukan pertanyaan kepada pemerintah atau presiden secara tertulis.
6. Hak Imunitas, adalah hak DPR yang tidak dapat diganggu gugat di muka pengadilan dari hasil ketetapan atau keputusan yang telah dibuatnya.
7. Hak Petisi, adalah hak DPR untuk mengajukan usul / anjuran serta pertanyaan mengenai suatu masalah.
8. Hak inisiatif, adalah hak DPR untuk mengajukan usul RUU (Rancangan Undang-Undang)
9. Hak Amandemen, adalah hak DPR untuk mengadakan/mengajukan perubahan terhadap RUU (Rancangan Undang-Undang)
Sebenarnya masih banyak hak-hak DPR yang lain, tetapi intinya hanya sembilah hak. yang lainnya merupakan penjelasan dari sembilan hak tersebut.
Aristoteles :
Berdasarkan kreteria kuantitas (jumlah orang yang memgang kekuasaan) dan kualitas (ditujukan untuk siapakah pelaksanaan pemerintahan itu), Aristoteles membagi bentuk pemerintahan menjadi :
1. Monarkhi : Adalah pemerintahan yang dipegang oleh seorang (raja/kaisar) yang ditujukan untuk kepentingan umum. Bentuk monarkhi dapat merosot menjadi Tyrani.
2. Tyrani : Adalah pemerintahan yang dipegang oleh seorang (raja/kaisar) yang kekuasaannya ditujukan untuk kepentingan sendiri.
3. Aristokrasi : Adalah pemerintahan yang dipegang oleh sejumlah/beberapa orang terbaik (misalnya kaum cerdik pandai atau bangsawan), yang kekuasaannya ditujukan untuk kepentingan umum. Bentuk aristokrasi dapat merosot menjadi oligarkhi dan bentuk oligarkhi dapat melahirkan Plutokrani atau Plutokrasi.
4. Oligarkhi : Adalah pemerintahan yang dipegang oleh beberapa orang, yang kekuasaannya untuk kepentingan kelompok mereka sendiri.
5. Plutokrani : Adalah pemerintahan yang dijalankan oleh orang–orang kaya untuk kepentingan mereka sendiri.
6. Polity : Adalah pemerintahan yang dipegang banyak orang, yang pelaksanaan pemerintahannya ditujukan untuk kepentingan umum.
7. Demokrasi : Adalah pemerintahan yang kekuasaan tertinggi negara dipegang oleh rakyat.
BENTUK PEMERINTAHAN
Bentuk Pemerintahan
Dua bentuk pemerintahan yang paling luas digunakan negara-negara di dunia adalah Parlementer dan Presidensil. Kedua bentuk tersebut memiliki mekanisme perekrutan yang berbeda satu dengan lainnnya.
1. Bentuk Pemerintahan Parlementer
Dalam sistem Parlementer, warganegara tidak memilih kepala negara secara langsung. Mereka memilih anggota-anggota dewan perwakilan rakyat, yang diorganisasi ke dalam satu atau lebih partai politik. Umumnya, sistem Parlementer mengindikasikan hubungan kelembagaan yang erat antara eksekutif dan legislatif.
Kepala pemerintahan dalam sistem Parlementer adalah perdana menteri (disebut Premier di Italia atau Kanselir di Jerman). Perdana menteri memilih menteri-menteri serta membentuk kabinet berdasarkan suatu ‘mayoritas’ dalam parlemen (berdasarkan jumlah suara yang didapat masing-masing partai di dalam Pemilu). Untuk lebih memberi kejelasan mengenai sistem Parlementer ini, baiklah digambarkan terlebih dahulu skema berikut:
Dalam bentuk pemerintahan parlementer, pemilu hanya diadakan satu macam yaitu untuk memilih anggota parlemen. Lewat mekanisme pemilihan umum, warganegara memilih wakil-wakil mereka untuk duduk di parlemen. Wakil-wakil yang mereka pilih tersebut merupakan anggota dari partai-partai politik yang ikut serta di dalam pemilihan umum.
Jika sebuah partai memenangkan suara secara mayoritas (misalnya 51% suara pemilih), maka secara otomatis, ketua partai tersebut menjadi perdana menteri. Selanjutnya, tugas yang harus dilakukan si perdana menteri ini adalah membentuk kabinet, di mana anggota-anggota kabinet diajukan oleh para anggota parlemen terpilih, sehingga anggota kabinet dapat berasal baik dari partainya sendiri maupun partai saingannya yang punya jumlah suara signifikan. Menteri-menteri inilah yang nantinya mengarahkan atau mengepalai kementerian-kementerian yang dibentuk.
Jika pemilu tidak menghasilkan jumlah suara mayoritas (misalnya 30% hingga 50%), maka partai-partai harus berkoalisi untuk kemudian memilih siapa perdana menterinya. Biasanya, partai dengan jumlah suara paling besar-lah yang ketua partainya menjadi perdana menteri di dalam koalisi (kabinet koalisi). Susunan kabinet pun, dengan koalisi ini, tidak bisa dimonopoli oleh satu partai saja, layaknya ketika pemilu menghasilkan suara mayoritas 51%. Masing-masing partai yang berkoalisi biasanya menuntut ‘jatah’ menteri sesuai dengan jumlah suara yang mereka hasilkan dalam pemilu. Untuk selanjutnya, perdana menteri (beserta kabinetnya) bertanggung jawab kepada parlemen sebagai representasi rakyat hasil pemilihan umum.
Dalam bentuk parlementer, perdana menteri menjadi kepala pemerintahan sekaligus pemimpin partai. Dalam sistem parlementer, partai yang menang dan masuk ke dalam kabinet menjadi ‘pemerintah’ sementara yang tetap berada di dalam parlemen menjadi ‘oposisi.’
Hal yang menarik adalah, anggota-angggota parlemen yang menjadi oposisi membentuk semacam ‘kabinet bayangan.’ Jika kabinet pemerintah ‘jatuh’, maka ‘kabinet bayangan’ inilah yang akan menggantikannya lewat pemilu ‘yang dipercepat’ atau pemilihan perdana menteri baru. Sistem ‘kabinet bayangan’ ini berlangsung efektif di Inggris di mana ‘kabinet bayangan’ tersebut bekerja layaknya kabinet pemerintah dan … digaji pula.
Matthew Soberg Shugart menyatakan bahwa, bentuk pemerintahan parlementer murni adalah sebagai berikut:
Executive authority, consisting of a prime minister and cabinet, arises out of the legislative assembly;
The executive is at all times subject to potential dismissal via a vote of “no confidence” by a majority of the legislative assembly.
Shugart menekankan bahwa hubungan antara legislatif dan eksekutif dalam parlementer bersifat hirarkis. Dalam poin 1, otoritas eksekutif terdiri atas perdana menteri dan kabinet. Keduanya lahir dari parlemen (legislatif). Karena keduanya lahir dari parlemen, maka baik perdana menteri ataupun anggota kabinet merupakan sasaran potensial bagi “mosi tidak percaya” yang disuarakan oleh parlemen. Mudahnya, posisi perdana menteri dan para menterinya amat bergantung pada kepercayaan politik yang diberikan para anggota parlemen. Sebab itu, secara hirarkis, posisi perdana menteri dan anggota kabinet ada di bawah parlemen atau, eksekutif berada di bawah legislatif.
Shugart juga menambahkan bahwa sistem pemerintahan Parlementer punya 2 varian, yaitu : (1) Parlementer Mayoritas dan (2) Parlementer Transaksional.
Parlementer Mayoritas. Sistem ini berkembang kala satu partai memperoleh mayoritas kursi di parlemen. Jika terjadi kondisi seperti ini, maka hubungan antara legislatif dan eksekutif bersifat hirarkis di mana legislatif berada di atas eksekutif. Kajian yang dilakukan Walter Bagehot (1867-1963) menunjukkan derajat hirarkis seperti ini masih terjadi antara kepemimpinan partai mayoritas di dalam parlemen terhadap eksekutif. Namun, pasca Bagehot muncul keadaan di mana konsentrasi kekuasaan ada di tangan kepemimpinan partai mayoritas (partai itu sendiri) ketimbang kepemimpinan partai di dalam parlemen. Kondisi lain yang juga mengemuka, pimpinan partai yang duduk di dalam kabinet semakin beroleh otonomi yang lebih besar dan cenderung “lepas” dari sokongan politik mereka di parlemen. Ini misalnya terjadi di Inggris atau negara yang menganut demokrasi Westminster.
Parlementer Transaksional. Jika tidak terdapat mayoritas di dalam parlemen, eksekutif dalam sistem parlementer akan terdiri dari koalisi. Kabinet dalam koalisi ini bertahan selama koalisi mampu menjamin mayoritas. Alternatif-nya, pemerintahan minoritas mungkin saja terbentuk, di mana kabinet tetap ada sejauh oposisi tidak membangun aliansi guna menghentikannya. Parlementer Transaksional ini bersifat hirarkis dalam rangka hubungan legislatif – eksekutif-nya.
2. Bentuk Pemerintahan Presidensil
Presidensil cenderung memisahkan kepala eksekutif dari dewan perwakilan rakyat. Sangat sedikit media tempat di mana eksekutif dan legislatif dapat saling bertanya satu sama lain. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat skema presidensil di bawah ini :
Dalam sistem presidensil, pemilu diadakan dua macam. Pertama untuk memilih anggota parlemen dan kedua untuk memilih presiden. Presiden inilah yang dengan hak prerogatifnya menunjuk pembantu-pembantunya, yaitu menteri-menteri di dalam kabinet. Pola penunjukkan menteri oleh presiden ini efektif di dalam sistem dua partai, di mana dengan dua partai yang bersaing tersebut, pasti salah satu partai akan menang secara mayoritas. Di dalam sistem banyak partai, penunjukkan menteri oleh presiden juga dapat efektif jika salah satu partai menang secara 51%.
Di Indonesia yang bersistemkan presidensil, mekanisme penunjukkan anggota kabinet efektif di masa pemerintahanan Soeharto. Namun, di masa reformasi, pemenang pemilu, misalnya PDI-P, hanya mengantongi sekitar 35% suara, dan itu tidaklah mayoritas, sehingga di dalam menunjuk menteri-menteri Megawati harus mempertimbangkan pendapat dari partai-partai lain, apalagi yang punya suara cukup besar seperti Golkar, PPP, PAN, dan PKB.
Di dalam sistem presidensil, presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) tetapi langsung kepada rakyat. Sanksi jika presiden dianggap tidak ‘menrespon hati nurani rakyat’ dapat berujung pada dua jalan: pertama, tidak memilih lagi si presiden tersebut dalam proses pemilihan umumj, dan kedua, mengadukan pelanggaran-pelanggaran yang presiden lakukan kepada parlemen. Parlemen inilah yang nanti menggunakan hak kontrolnya untuk mempertanyan sikap-sikap presiden yang diadukan ‘rakyat’ tersebut. Jadi, berbeda dengan Parlementer —di mana jika si perdana menteri dianggap tidak bertanggung jawab, parlemen, terutama partai-partai oposisi, dapat mengajukan mosi tidak percaya kepada perdana menteri yang jika didukung oleh 51% suara parlemen, si perdana menteri tersebut beserta kabinetnya terpaksa harus mengundurkan diri— dalam sistem presidensil, hal seperti ini sulit untuk dilakukan mengingat yang memilih si presiden bukanlah parlemen melainkan rakyat secara langsung.
§ Eksekutif dikepalai oleh presiden yang dipilih rakyat secara langsung dan ia merupakan “kepala eksekutif.”
§ Posisi eksekutif dan legislatif didefinisikan secara jelas dan keduanya tidak saling bergantung.
§ Presiden memilih dan mengarahkan kabinet dan punya sejumlah kewenangan pembuatan legislasi yang diatur secara konstitusional.
Bagi Shugart, posisi hubungan eksekutif dan legislatif adalah transaksional. Keduanya independen satu sama lain karena dipilih rakyat lewat dua pemilu berbeda. Posisi legislatif tidak lebih tinggi ketimbang eksekutif dan demikian pula sebaliknya. Namun, eksekutif dan legislatif terlibat dalam hubungan pertukaran (transaksional) seputar keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan politik bergantung permasalahan yang mengemuka.
Varian bentuk sistem Presidensil terjadi bergantung kebutuhan presiden dalam melakukan transaksi dengan legislatif. Kebutuhan tersebut utamanya dalam hal presiden mengimplementasikan kebijakan.
Kala parlemen terdiri atas partai mayoritas, baik itu partai-nya presiden atau bukan, pasti terdapat kapasitas institusional untuk tawar-menawar dengan presiden seputar kepentingan partai mayoritas tersebut. Dalam konteks ini, presiden mungkin tidak membutuhkan kabinet yang merefleksikan transaksi eksekutif-legislatif. Legislatif dan eksekutif yang otonomi tercipta.
Kala parlemen terfragmentasi dan presiden punya dukungan yang kurang memadai dari parlemen. Sementara itu, presiden memilih tidak membentuk kabinet yang mencerminkan komposisi suara dalam parlemen dengan alasan persetujuan dengan parlemen akan membatasi kemampuannya mengimplementasi kebijakan. Jika ini yang terjadi, maka akan tercipta pola “anarkis” di mana presiden terus menerus diganggu dan tidak ada program-program pemerintah yang tuntas terlaksana akibat gangguan tersebut.
Kala tidak terdapat mayoritas legislatif tetapi terdapat dukuan partisan substansial bagi presiden di parlemen, maka presiden butuh dan ingin melakukan transaksi dengan parlemen seputar kabinet. Transaksi ini dalam rangka menghubungkan legislatif dan eksekutif bersama dan memfasilitasi tawar-menawar legislatif.
3. Semi Presidensil
§ Presiden dipilih langsung oleh rakyat;
§ Presiden punya kewenangan konstitusional terbatas;
§ Terdapat pula Perdana Menteri dan Kabinet, yang merupakan kepanjangan tangan dari mayoritas di parlemen.
Semi-Presidensial juga disebut Blondell tahun 1984 sebagai “Dual Excecutive”. Dual executive terjadi kala presiden tidak hanya kepala negara yang kurang otoritas politiknya, tetapi juga bukan kepala pemerintahan (eksekutif) yang sesungguhnya, karena juga terdapat Perdana Menteri yang punya hubungan kuat dengan parlemen dan merefleksikan demokrasi parlementer. Namun, rupa hubungan antara Presiden, Perdana Menteri, Kabinet, dan Parlemen berbeda-beda antara negara-negara yang menerapkan Semi-Presidensial tersebut.
Varian sistem Semi-Presidensial yaitu: (1) Premier-Presidensil dan (2) President-Parlementer. Kedua varian ini akibat cukup bervariasinya praktek-praktek Semi-Presidensial untuk hanya secara ketat dimasukkan ke dalam terminologi Duverger. Variasi praktek tersebut dalam hal kekuasan konstitusional formal ataupun perilaku aktual pemerintah di masing-masing negara. Presiden mungkin terkesan sangat kuat di satu negara, sementara amat lemah di negara lainnya.
Premier-Presidensil. Dalam Premier-Presidensil, perdana menteri dan kabinet secara eksklusif bertanggung jawab kepada mayoritas parlemen. Ini berbeda dengan President-Parlementer dimana perdana menteri dan kabinet bertanggung jawab kepada dua pihak yaitu presiden dan mayoritas parlemen.
Dalam Premier-Presidensil pula, hanya mayoritas parlemen saja yang berhak memberhentikan kabinet. Ini membuat Premier-Presidensil sangat dekat dengan Parlementer. Namun, ia tetap punya ciri Presidensil, yaitu bahwa presiden punya kewenangan konstitusional untuk bertindak secara independen di hadapan parlemen. Keindependenan tersebut bisa dalam hal membentuk pemerintahan ataupun pembuatan undang-undang.
Presiden-Parlementer. Dalam sistem ini presiden menikmatik kekuasaan konstitusional yang lebih kuat atas komposisi kabinet ketimbang di Premier-Presidensil. Otoritas presiden dalam Presiden-Parlementer juga bisa terbatas akibat orang yang dinominasikan untuk menjadi perdana menteri harus dikonfirmasi terlebih dahulu oleh mayoritas parlemen. Presiden-Parlementer menciptakan pertanggungjawaban ganda perdana menteri dan kabinet, yaitu kepada presiden dan parlemen. Sistem ini juga menempatkan presiden dalam posisi relatif kuat ketimbang Premier-Presidensil .
4. Hybryd Lainnya
Demi memberikan gambaran lebih rinci seputar persebaran anutan sistem pemerintahan di dunia, baiklah kami kutipkan taksonomi dari Matthew Soberg Shugart berikut ini:
tags:
jenis kekuasaan bentuk negara sistem pemerintahan pengertian kekuasaan pengertian bentuk negara jenis-jenis sistem pemerintahan pengertian jenis kekuasaan bentuk negara sistem pemerintahan kekuasaan bentuk negara jenis-jenis sistem pemerintahan
Berikut ini adalah contoh sistem pemerintahan di berbagai negara dunia:
# INGGRIS
Inggris adalah negara yang menganut sistem pemerintahan monarki namun lebih banyak dipengaruhi oleh sistem pemerintahan parlementer karena badan eksekutif negara beranggotakan raja yang sifatnya tidak dapat diganggu gugat. Walaupun secara formal raja yang membubarkan parlemen dan memberikan instruksi untuk diselenggarakannya pemilihan umum kembali, namun semua itu dilakukan raja atas saran dari perdana menteri. Sehingga bisa dikatakan bahwa sistem pemerintahan di Inggris lebih menonjolkan sistem pemerintahan kabinet, sehingga banyak orang yang memberikan istilah cabinet government (pemerintahan kabinet) kepada negara Inggris.
# AMERIKA SERIKAT
Amerika Serikat menganut sistem pemerintahan presidensial. Badan eksekutif terdiri dari presiden beserta para menterinya. Di Amerika Serikat, seorang presiden juga dinamakan "Chief Executive". Presiden samasekali terpisah dari lembaga legislatif dan tidak boleh mempengaruhi organisasi serta penyelenggaraan pekerjaan dari konggres. KOnggres tidak bisa menjatuhkan presiden selama presiden masih dalam masa jabatan, begitu juga sebaliknya, presiden tidak mempunyai kekuasaan untuk membubarkan konggres. Kekuasaan presiden Amerika Serikat terletak dalam wewenangnya untuk memveto suatu rancangan undang - undang yang telah diterima oleh konggres
# PAKISTAN
Pakistan juga menganut sistem pemerintahan bentuk presidensial dengan badan eksekutif yang sangat kuat. Anggota badan eksekutif terdiri dari presiden beserta para menterinya. Perdana menteri sifatnya merupakan pembantu presiden dan tidak boleh merangkap menjadi anggota badan legislatif. Di Pakistan, dalam keadaan darurat, presiden berhak mengeluarkan ordinances yang harus diajukan kepada badan legislatif dalam waktu 6 bulan. Badan legislatif bisa memecat presiden bila melanggar undang - undang dan berkelakuakn buruk. Dewan di Pakistan telah kembali ke sistem pemerintahan parlementer saat ini.
# INDIA
Sistem pemerintahan yang berlaku di India tidak jauh berbeda dengan sistem pemerintahan di Inggris, yaitu cabinet government. Anggota badan eksekutif terdiri dari Presiden sebagai kepala negara dan para mentrinya yang dipimpin oleh perdana menteri. Walaupun harus diakui bahwa sistem pemerintahan parlementer dengan gaya cabinet government hanya dapat berjalan dengan baik pada saat pemerintahan Nehru karena sejak tahun 1975, India berada dalam keadaan darurat sehingga mengharuskan pemerintahan saat itu untuk melakukan berbagai macam pembatasan agar pembangunan di India tidak terhambat.
Jenis-jenis Rapat kenegaraan
· Rapat paripurna (Rapur) adalah rapat seluruh anggota yang dipimpin oleh Pimpinan DPR dan merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan tugas dan wewenang DPR.
· Rapat paripurna luar biasa adalah rapat paripurna yang diadakan dalam masa reses atas permintaan Presiden dengan persetujuan Pimpinan DPR, dikehendaki oleh Pimpinan DPR dengan persetujuan Badan Musyawarah, atau diusulkan oleh sekurang-kurangnya 10 orang Anggota dengan persetujuan Badan Musyawarah.
· Rapat kerja adalah rapat antara Komisi, Gabungan Komisi, Badan Legislasi, Panitia Anggaran, atau Panitia Khusus, dengan Pemerintah (dalam hal ini Presiden atau Menteri/pimpinan lembaga setingkat Menteri yang ditunjuk untuk mewakilinya) atas undangan Pimpinan DPR. Rapat ini dipimpin oleh pimpinan Komisi, pimpinan Rapat Gabungan Komisi, pimpinan Badan Legislasi, pimpinan Panitia Anggaran atau pimpinan Panitia Khusus.
· Rapat dengar pendapat adalah rapat antara Sub komisi, Komisi, beberapa Komisi dalam Rapat Gabungan Komisi, Badan Legislasi, atau Panitia Khusus dengan pejabat pemerintah yang mewakili Instansinya, baik atas undangan Pimpinan DPR maupun atas permintaan pejabat pemerintah yang bersangkutan. Rapat ini dipimpin oleh pimpinan Komisi, pimpinan Rapat Gabungan Komisi, pimpinan Badan Legislasi, atau pimpinan Panitia Khusus.
· Rapat dengar pendapat umum adalah rapat antara Sub Komisi, Komisi, beberapa Komisi dalam Rapat Gabungan Komisi, Badan Legislasi, atau Panitia Khusus dengan perseorangan, kelompok, organisasi atau badan swasta, baik atas undangan Pimpinan DPR maupun atas permintaan yang bersangkutan. Rapat ini dipimpin oleh pimpinan Komisi, pimpinan Rapat Gabungan Komisi, pimpinan Badan Legislasi, atau pimpinan Panitia Khusus.
· Rapat fraksi adalah rapat anggota fraksi yang di pimpin oleh pimpinan fraksi.
· Rapat konsultasi adalah rapat antara pimpinan DRP dengan pimpinan fraksi dan pimpinan alat kelengkapan DPR yang di pimpin oleh pimpinan DPR.
· Rapat komisi adalah rapat anggota komisi yang di pimpin oleh pimpinan komisi.
· Rapat badan legislasi adalah rapat anggota badan legislasi yang di pimpin oleh pimpinan badan legislasi.
· Rapat badan anggaran adalah rapat anggota badan anggaran yang di pimpin oleh pimpinan badan anggaran.
· Rapat badan urusan rumah tangga(BURT) adalah rapat anggota BURT yang di pimpin oleh pimpinan BURT.
· Rapat badan kerjasama antar parlemen (BKSAP)adalah rapat anggota BKSAP yang di pimpin oleh pimpinan BKSAP.
· Rapat badan akuntabilitas keuangan Negara (BAKN) adalah rapat anggota BAKN yang dipimpin oleh pimpinan BAKN.
· Rapat badan kehormatan adalah rapat anggota badan kehormatan yang dipimpin oleh pimpinan badan kehormatan.
· Rapat panitia khusus adalah rapat anggota panitia khusus yang dipimpin oleh pimpinan panitia khusus.
· Rapat panitia kerja atau tim adalah rapat anggota panitia kerja atau tim yang di pimpin oleh pimpinan panitia kerja atau tim.
Daftar Komisi dan bidang serta partner kerja.
Komisi I
Ruang Lingkup
· Pertahanan
· Luar Negeri
· Informasi
Pasangan Kerja
· Kementerian Pertahanan
· Kementerian Luar Negeri
· Panglima TNI (Mabes TNI AD, AL dan AU)
· Kementerian Komunikasi dan Informatika
· Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas)
· Badan Intelijen Negara (BIN)
· Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG)
· Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA
· Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
· Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
· Televisi Republik Indonesia (TVRI)
· Radio Republik Indonesia (RRI)
· Dewan Pers
· Perum Antara
Komisi II
Ruang Lingkup Tugas
· Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
· Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
· Kepemiluan
· Pertanahan dan Reforma Agraria
Pasangan Kerja
· Kementerian Dalam Negeri
· Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
· Menteri Sekretaris Negara
· Sekretaris Kabinet
· Lembaga Administrasi Negara (LAN)
· Badan Kepegawaian Negara (BKN)
· Badan Pertanahan Nasional (BPN)
· Arsip Nasional RI (ANRI)
· Komisi Pemilihan Umum (KPU)
· Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU)
· Ombudsman Republik Indonesia
· Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)
Komisi III
Ruang Lingkup
· Hukum
· HAM
· Keamanan
Pasangan Kerja
· Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia
· Kejaksaan Agung
· Kepolisian Negara Republik Indonesia
· Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
· Komisi Hukum Nasional
· Komisi Nasional HAM (KOMNAS HAM)
· Setjen Mahkamah Agung
· Setjen Mahkamah Konstitusi
· Setjen MPR
· Setjen DPD
· Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
· Komisi Yudisial
· Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
· Badan Narkotika Nasional (BNN)
Komisi IV
Ruang Lingkup
· Pertanian
· Perkebunan
· Kehutanan
· Kelautan
· Perikanan
· Pangan
Pasangan Kerja
· Departemen Pertanian
· Departemen Kehutanan
· Departemen Kelautan dan Perikanan
· Badan Urusan Logistik
· Dewan Maritim Nasional
Komisi V
Ruang Lingkup
· Perhubungan
· Pekerjaan Umum
· Perumahan Rakyat
· Pembangunan Pedesaan dan Kawasan Tertinggal
· Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
· Departemen Pekerjaan Umum
· Departemen Perhubungan
· Menteri Negara Perumahan Rakyat
· Menteri Negara Pembangunan Daerah Teringgal
· Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
· Badan SAR Nasional
· Badan Penanggulangan Lumpur Sidoardjo (BPLS)
Komisi VI
Ruang Lingkup
· Perdagangan
· Perindustrian
· Investasi
· Koperasi, UKM dan BUMN
· Standarisasi Nasional
Pasangan Kerja
· Departemen Perindustrian
· Departemen Perdagangan
· Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
· Menteri Negara BUMN
· Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
· Badan Standarisasi Nasional (BSN)
· Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
· Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi VII
Ruang Lingkup
· Energi Sumber Daya Mineral
· Riset dan Teknologi
· Lingkungan Hidup
Pasangan Kerja
· Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
· Menteri Negara Lingkungan Hidup
· Menteri Negara Riset dan Teknologi
· Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
· Dewan Riset Nasional
· Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
· Badan Tenaga Nuklir (BATAN)
· Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETAN)
· Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL)
· Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
· Badan Pengatur Kegiatan Hilir Migas
· Badan Pelaksana Pengendalian Usaha Hulu Migas
· PP IPTEK
· Lembaga EIKJMEN
Komisi VIII
Ruang Lingkup
· Agama
· Sosial
· Pemberdayaan Perempuan
Pasangan Kerja
· Kementerian Agama
· Kementerian Sosia RIl
· Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
· Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
· Badan Nasional Penanggulangan Bencana
· Badan Amil Zakat Nasional
Komisi IX
Ruang Lingkup
· Tenaga Kerja dan Transmigrasi
· Kependudukan
· Kesehatan
Pasangan Kerja
· Departemen Kesehatan
· Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
· badan Kkoordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
· Badan Pengawas Obat dan Makanan
· BNP2TKI
· PT Askes ( Persero)
· PT. Jamsostek( Persero)
Komisi X
Ruang Lingkup
· Pendidikan
· Pemuda
· Olahraga
· Pariwisata
· Kesenian
· Kebudayaan
Pasangan Kerja
· Departemen Pendidikan Nasional
· Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
· Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga
· Perpustakaan Nasional
Komisi XI
Ruang Lingkup
· Keuangan
· Perencanaan Pembangunan Nasional
· Perbankan
· Lembaga Keuangan Bukan Bank
Pasangan Kerja
· Departemen Keuangan
· Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan/Kepala BAPPENAS
· Bank Indonesia
· Perbankan danLembaga Keuangan Bukan Bank
· Badan Peengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
· Badan Pusat Statistik
· Setjen BPK RI
· Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
· Lembaga Kebijakan dan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah
PENGERTIAN IUS SOLI DAN IUS SANGUINIS
Ada 2 asas dalam menentukan kewarganegaraan seorang anak yang dianut negara-negara didunia, yaitu:
- Asas Ius Soli atau jus soli (bahasa Latin untuk "hak untuk wilayah").
- Asas Ius Sanguinis atau jus sanguinis (bahasa Latin untuk "hak untuk darah").
Berikut saya akan mencoba menjelaskan prinsip dari kedua asas tersebut dan beberapa permasalahan yang timbul dengan penerapan kedua asas tersebut.
Pengertian dari 2 asas di atas, yaitu:
1. Asas Ius Soli atau jus soli (bahasa Latin untuk "hak untuk wilayah")
adalah asas pemberian kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran (terbatas). Negara yang menganut asas ini akan mengakui kewarganegaraan seorang anak yang lahir sebagai warganegaranya hanya apabila anak tersebut lahir di wilayah negaranya, tanpa melihat siapa dan darimana orang tua anak tersebut. Asas ini memungkinkan adanya bangsa yang modern dan multikultural tanpa dibatasi oleh ras, etnis, agama, dll.
Contoh beberapa negara yang menganut asas Ius Soli, yaitu:
- Argentina
- Brazil
- Jamaika
- Kanada
- Meksiko
- Amerika Serikat
2. Asas Ius Sanguinis atau jus sanguinis (bahasa Latin untuk "hak untuk darah")
adalah asas pemberian kewarganegaraan berdasarkan keturunan orang tuanya. Negara yang menganut asas ini akan mengakui kewarganegaraan seorang anak sebagai warga negaranya apabila orang tua dari anak tersebut adalah memiliki status kewarganegaraan negara tersebut (dilihat dari keturunannya). Asas ini akan berakibat munculnya suatu negara dengan etnis yang majemuk.Contoh negara yang menganut asas ini adalah negara-negara yang memiliki sejarah panjang seperti negara-negara Eropa dan Asia.
Contoh beberapa negara yang menganut asas ius sanguinis, yaitu:
- China
- Kroasia
- Jerman
- India
- Jepang
- Malaysia
Masalah yang timbul dari kedua asas ini, yaitu:
1. Bipatride
Yakni timbulnya 2 kewarganegaraan. Hal ini terjadi karena seorang Ibu berasal dari negara yang menganut asas ius sanguinis melahirkan seorang anak di negara yang menganut asas ius soli. Sehingga kedua negara (negara asal dan negara tempat kelahiran) sama-sama memberikan status kewarganegaraannya.
Misalnya:
Asep dan Nani adalah suami isteri yang bernegara B atau berasas Ius Sanguinis. Mereka berdomisili di negara A yang berasas Ius Soli . Kemudian lahirlah anak mereka, Udin. Menurut negara B yang menganut asas Ius Sanguinis, Udin adalah warga negaranya karena mengikuti kewarganegaraan orang tuanya. Begitu pula menurut negara A yang menganut asas Ius Soli, Udin juga warga negaranya, karena tempat kelahirannya di negara A yang menganut asas Ius Soli. Dengan demikian Udin mempunyai status dua kewarganegaraan atau Bipatride.
2. Apatride
Yakni kasus dimana seorang anak tidak memiliki kewarganegaraan. Keadaan ini terjadi karena seorang Ibu yang berasal dari negara yang menganut asas ius soli melahirkan seorang anak di negara yang menganut asas ius sanguinis. Sehingga tidak ada negara baik itu negara asal Ibunya ataupun negara kelahirannya yang mengakui kewarganegaraan anak tersebut.
Misalnya:
Alex dan Marie adalah suami isteri yang bernegara A atau berasas Ius Soli. Mereka berdomisili di negara B yang berasas Ius Sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka, Amel. Menurut negara A yang menganut asas Ius Soli, Amel tidak diakui sebagai warganegaranya, karena lahir di negara lain. Begitu pula menurut negara B yang menganut asas Ius Sanguinis, Amel tidak diakui sebagai warganegaranya, karena orang tuanya bukan warganegara. Dengan demikian Amel tidak mempunyai kewarganegaraan atau Apatride.
PERUNDANG - UNDANGAN
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
· a. kejelasan tujuan;
· b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
· c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
· d. dapat dilaksanakan;
· e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
· f. kejelasan rumusan; dan
· g. keterbukaan.
· Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
· a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
· b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
· c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
· d. Peraturan Pemerintah;
· e. Peraturan Presiden;
· f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
· g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
UNSUR TERBENTUKNYA NEGARA
Jika salah satu dari ketiga syarat tersebut tidak dimiliki, maka tidak bisa disebut negara
Rakyatlah yang memiliki kepentingan mewujudkan cita-cita dan harapan negara. Tidak mungkin negara tanpa rakyat, yang dimaksud adalah sekumpulan manusia yang disatukan oleh suatu wilayah tertentu serta tunduk pada kekuasaan negara
Penduduk juga dibedakan menjadi 2, warga negara dan bukan warga negara. Warga negara adalah orang yang memenuhi syarat negara, sementara bukan warga negara adalah orang yang tidak memenuhi syarat tersebut seperti turis dan lain2
2. Wilayah (unsur konstitutif)
Darat memiliki garis batas/perbatasan dengan wilayah negara lain yang dijaga dengan ketat
Laut termasuk danau, sungai, selat dan teluk juga memiliki teritorial dan di luar itu disebut laut bebas
Udara berada di atas laut dan darat dan perbatasan udara juga memilii daerah teritorial yang diawasi dengan ketat.
3. Pemerintah yang Berdaulat (unsur konstitutif)
Pengertian pemerintah ada dua, arti luas dan arti sempit.
Arti luas, adalah keseluruhan badan pengurus negara dan segala organisasi negara.
Arti sempit, adalah suatu badan pimpinan yang terdiri atas seseorang atau beberapa orang
4. Pengakuan dari Negara Lain (unsur deklaratif)
Bersifat De Jure karena melibatkan hak dan kewajiban anggota masyarakat internasional.
Indonesia lahir secara de facto tanggal 17 Agustus saat proklamasi dan mendapat pengakuande jure tanggal 18 Agustus saat disahkannya UUD 1945
Pengakuan Dari Negara lain
Pengakuan dari negara lain bukanlah merupakan unsur pembentuk negara, tetapi sifatnya hanya menerangkan saja tentang adanya negara. Dengan kata lain pengakuan dari negara lain hanya bersifat deklaratif saja. pengakuan dibagi menjadi dua, yaitu de facto dan de jure:
a. Pengakuan secara de factoDiberikan jika suatu Negara baru sudah memenuhi unsur konstitutif dan juga telah menunjukkan diri sebagai pemerintahan yang stabil. Pengakuan de facto adalah pengakuan tentang kenyataan (fakta) adanya suatu Negara.
· Pengakuan de facto bersifat sementara
Pengakuan yang diberikan oleh suatu Negara melihat bertahan tidaknya Negara tersebut di masa depan. Jika Negara baru tersebut kemudian jatuh atau hancur, Negara itu akan menarik kembali pengakuannya.
· Pengakuan de facto bersifat tetap
Pengakuan dari Negara lain terhadap suatu Negara hanya bisa menimbulkan hubungan di bidang ekonomi dan perdagangan (konsul). Sedangkan dalam hubungan untuk tingkat Duta belum dapat dilaksanakan.
b. Pengakuan secara de jure
Pengakuan secara de jure adalah pengakuan secara resmi berdasarkan hukum oleh negara lain dengan segala konsekuensinya.
· Pengakuan de jure bersifat tetap
Pengakuan dari Negara lain berlaku untuk selama-lamanya setelah melihat adanya jaminan bahwa pemerintahan Negara baru tersebut akan stabil dalam jangka waktu yang cukup lama.
· Pengakuan de jure secara penuh
Terjadinya hubungan antara Negara yang mengakui dan diakui meliputi hubungan dagang, ekonomi, dan diplomatik. Negara yang mengakui berhak menempatkan Konsuler atau Kedutaan.
DEKRIT 5 JULI 59
Alasan Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
· Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.
· Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
· Situasi politik yang kacau dan semakin buruk.
· Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.
· Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional
· Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat
· Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai.
Tujuan Dekrit 5 Juli 1959
Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara
Isi Dekrit 5 Juli 1959
· Pembubaran Konstituante;
· Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950;
· Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini mendapat dukungan dari lapisan masyarakat Indonesia. Kasad (kepala staf Angkatan Darat) memerintahkan kepada segenap personil TNI untuk melaksanakan dan mengamankan dekrit tersebut. Mahkamah Agung membenarkan dekrit tersebut. DPR dalam sidangnya tertanggal 22 Juli 1959 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk terus bekerja dengan berpedoman pada UUD 1945.
Sumber2 Hukum di Indonesia
Sumber Hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu apabila dilanggar akan mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi materiil dan segi formil.
Sumber Hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi kaidah hukum, dan terdiri atas:
a. Perasaan hukum seseorang atau pendapat umum
b. Agama
c. Kebiasaan, dan
d. Politik Hukum dari Pemerintah
Sumber hukum materiil yaitu tempat materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum.
2. Sumber Hukum Formil
Sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu berlaku.
Sumber Hukum Formil antara lain:
a. Undang-Undang (Statue)
Undang-Undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
b. Kebiasaan (Custom)
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang terus dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum.
c. Keputusan Hakim (Yurisprudensi)
Peraturan pokok yang pertama pada zaman Hindia Belanda dahulu adalah Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia yang disingkat A.B. (ketentuan-ketentuan umum tentang peraturan perundangan untuk Indonesia).
d. Traktat (Treaty)
Apabila dua orang mengadakan kata sepakat (konsensus) tentang sesuatu hal maka mereka itu lalu mengadakan perjanjian. Akibat dari perjanjian itu adalah kedua belah pihak terikat pada isi dari perjanjian yang disepakatinya.
e. Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)
Pendapat para sarjana hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim. Dalam Yurisprudensi terlihat bahwa hakim sering berpegang pada pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum.
Pengertian Grasi, Amnesti, Abolisi dan Rehabilitasi
- Grasi merupakan tindakan meniadakan hukuman yang telah diputuskan oleh hakim
- Rehabilitasi merupakan tindakan presiden dalam rangka mengembalikan hak seseorang yang telah hilang karena suatu keputusan hakim yang kemudian terbukti bahwa tindakan pelaku tidak seberapa dibanding dengan perkiraan semula atau bahkan ia tidak bersalah sama sekali
- Amnesti adalah suatu pernyataan terhadap orang banyak yang terlibat dalam suatu tindak pidana untuk meniadakan suatu akibat hokum pidana yang timbul dari tindak pidana tersebut
- Abolisi adalah suatu tindakan untuk menghentikan penyusutan & pemeriksaan suatu perkara, dimana pengadilan belum menjatuhkan keputusan terhadap perkara tersebut.
[Banyak sumber]