Pengertian
Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam
mengatur pemerintahannya. Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem
ini dibedakan menjadi:
·
Presidensial
·
Parlementer
·
Semipresidensial
·
Komunis
·
Demokrasi generous
·
generous
Sistem pemerintahan mempunyai sistem yang tujuan untuk
menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi
tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan
rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang
kuat dimana tidak bisa diubah john menjadi statis. Jika suatu pemerintahan
mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung
selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal
tersebut. Secara luas berarti pengertian sistem pemerintahan itu menjaga
kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas,
menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan
sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu john demokrasi dimana
seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem
pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa
mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh. Secara sempit, Sistem
pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan
guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama john mencegah adanya
perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
Sistem Presidensial
Sistem presidensial (presidensial), atau disebut juga
dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di
mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan
legislatif. Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur
yaitu:
Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan
mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait. Presiden dengan dewan
perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan.
Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan
legislatif.
Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang
relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti
rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol
presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan
terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa
dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya
seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Model ini dianut oleh
Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika
Latin dan Amerika Tengah.
Sistem Pemerintahan
Indonesia
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu
dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan
bentuk pemerintahannya adalah republik.
Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan
republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara
dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang
berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia
menganut sistem pemerintahan presidensial. Apa yang dimaksud dengan sistem
pemerintahan presidensial? Untuk mengetahuinya, terlebih dahulu dibahas
mengenai sistem pemerintahan.
I. Secara teori, berdasarkan UUD 1945, Indonesia
menganut sistem pemerintahan presidensiil. Namun dalam prakteknya banyak
bagian-bagian dari sistem pemerintahan parlementer yang masuk ke dalam sistem
pemerintahan di Indonesia. Sehingga secara singkat bisa dikatakan bahwa sistem
pemerintahan yang berjalan i Indonesia adalah sistem pemerintahan yang
merupakan gabungan atau perpaduan antara sistem pemerintahan presidensiil
dengan sistem pemerintahan parlementer. Apalagi bila dirunut dari sejarahnya,
Indonesia mengalami beberapa kali perubahan sistem pemerintahan. Indonesia
pernah menganut sistem kabinet parlementer pada tahun 1945 - 1949. kemudian
pada rentang waktu tahun 1949 - 1950, Indonesia menganut sistem pemerintahan
parlementer yang semu. Pada tahun 1950 - 1959, Indonesia masih menganut sistem
pemerintahan parlementer dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu.
Sedangkan pada tahun 1959 - 1966, Indonesia menganut sistem pemerintahan secara
demokrasi terpimpin. Perubahan dalam sistem pemerintahan tidak hanya berhenti
sampai disitu saja. Karena terjadi perbedaan pelaksanaan sistem pemerintahan
menurut UUD 1945 sebelum UUD 1945 diamandemen dan setelah terjadi amandemen UUD
1945 pada tahun 1999 - 2002. Berikut ini adalah perbedaan sistem pemerintahan
sebelum terjadi amandemen dan setelah terjadi amandemen pada UUD 1945 :
Sebelum terjadi
amandemen :
MPR menerima kekuasaan tertinggi dari rakyat
Presiden sebagai kepala penyelenggara pemerintahan
DPR berperan sebagai pembuat Undang - Undang
BPK berperan sebagai badan pengaudit keuangan
DPA berfungsi sebagai pemberi saran/pertimbangan kepada
presiden / pemerintahan
MA berperan sebagai lembaga pengadilan dan penguki
aturan yang diterbitkan pemerintah.
Setelah terjadi amandemen :
Kekuasaan legislatif lebih dominan
Presiden tidak dapat membubarkan DPR
Rakyat memilih secara langsung presiden dan wakil
presiden
MPR tidak berperan sebagai lembaga tertinggi lagi
Anggota MPR terdiri dari seluruh anggota DPR ditambah
anggota DPD yang dipilih secar langsung oleh rakyat
Dalam sistem pemerintahaan presidensiil yang dianut di
Indonesia, pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang menjadi
perhatian. Selain itu, pengawasan rakyat terhadap pemerintahan juga kura begitu
berpengaruh karena pada dasarnya terjadi kecenderungan terlalu kuatnya otoritas
dan konsentrasi kekuasaan yang ada di tangan presiden. Selain itu, terlalu
sering terjadi pergantian pejabat di kabinet karena presiden mempunyai hak
prerogatif untuk melakukan itu.
a. Sistem
Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen.
Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia
berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945
tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut.
·
Indonesia adalah negara yang
berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
·
Sistem Konstitusional.
·
Kekuasaan negara yang tertinggi di
tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
·
Presiden adalah penyelenggara
pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat.
·
Presiden tidak bertanggung jawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
·
Menteri negara ialah pembantu
presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
·
Kekuasaan kepala negara tidak tak
terbatas.
Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan,
sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan
presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru
di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu
adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hampir semua
kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa
melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itu
tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden
sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan,
kekuasaan yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya yaitu presiden
dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu
menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid. Sistem pemerintahan lebih
stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik dan pertentangan antar pejabat
negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik perjalanan sistem pemerintahan di
Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih banyak
merugikan bangsa dan negara daripada keuntungan yang didapatkanya.
Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad
untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun
pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada
konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu
berisi
adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif,
jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.
Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan
adalah melakukan perubahan atau amandemen atas UUD 1945. dengan mengamandemen
UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, diharapkan dapat
terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Amandemen
atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun
1999, 2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen itulah
menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia sekarang ini.
b. Sistem
pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen
Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih
dalam masa transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru
berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan
Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring
dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem
pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya
Pemilu 2004.
Pokok-pokok
sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut.
Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah
yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi.
Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem
pemerintahan presidensial.
Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala
pemerintahan. Presiden dan wakil presiden
dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan
bertanggung jawab kepada presiden.
Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan
merupakan anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan
mengawasi jalannya pemerintahan.
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan
badan peradilan dibawahnya.
Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari
sistem pemerintahan parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan
kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa variasi dari
sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut;
Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas
usul dari DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun
secara tidak langsung.
Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu
pertimbangan atau persetujuan dari DPR.
Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu
pertimbangan atau persetujuan dari DPR.
Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal
membentuk undang-undang dan hak budget (anggaran)
Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam
sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukan dalam memperbaiki sistem
presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan
secara langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance, dan pemberian
kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan
fungsi anggaran.
Dengan demikian, sistem pemerintahan suatu negara dapat
dijadikan sebagai bahan perbandingan atau type yang dapat diadopsi menjadi
bagian dari sistem pemerintahan negara lain. Amerika Serikat john Inggris
masing-masing telah mampu membuktikan diri sebagai negara yang menganut sistem
pemerintahan presidensial john parlementer seara excellent. Sistem pemerintahan
dari kedua negara tersebut selanjutnya banyak ditiru oleh negara-negara lain di
dunia yang tentunya disesuaikan dengan negara yang bersangkutan.
4. Sistem Pemerintahan
Indonesia
Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD
1945 Sebelum Diamandemen. Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia
berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945
tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut.
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
Sistem Konstitusional.
Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang
tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat. Presiden tidak bertanggung
jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara
tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kekuasaan kepala negara
tidak tak terbatas. Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem
pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan
presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru
di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu
adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hampir semua
kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa
melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itu
tidak adanya pengawasan john tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden
sangat besar john cenderung dapat disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan,
kekuasaan yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya yaitu presiden
dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu
menciptakan pemerintahan yang kompak john sound. Sistem pemerintahan lebih
stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik john pertentangan antar
pejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik perjalanan sistem
pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden
lebih banyak merugikan bangsa john negara daripada keuntungan yang
didapatkanya.
Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad
untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun
pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada
konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu
berisi adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif, jaminan atas
hak asasi manusia john hak-hak warga negara. Berdasarkan hal itu, Reformasi yang
harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau amandemen atas UUD 1945. dengan
mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional,
diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang
sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat
kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, john 2002. berdasarkan UUD 1945 yang
telah diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia
sekarang ini. w. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945
Setelah Diamandemen Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam
masa transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD
1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan
pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju
sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan
mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.
Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai
berikut. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas.
Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi. Bentuk pemerintahan adalah
republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial. Presiden adalah kepala
negara john sekaligus kepala pemerintahan. Presiden john wakil presiden dipilih
secara langsung oleh rakyat dalam satu paket. Kabinet atau menteri diangkat
oleh presiden john bertanggung jawab kepada presiden. Parlemen terdiri atas dua
bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) john Dewan Perwakilan Daerah
(DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan
legislatif john kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan. Kekuasaan yudikatif
dijalankan oleh Makamah Agung john badan peradilan dibawahnya.
Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari
sistem pemerintahan parlementer john melakukan pembaharuan untuk menghilangkan
kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa variasi dari
sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut; Presiden
sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR tetap
memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung. Presiden
dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR.
Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau
persetujuan dari DPR.
Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal
membentuk undang-undang john hak price range (anggaran) Dengan demikian, ada
perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu
diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru
tersebut, antara lain adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral,
mekanisme cheks as well as sense of balance, john pemberian kekuasaan yang
lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan john fungsi anggaran.
Jakarta, 6 Maret 2003 MPR sekarang
harus sesuai dengan ketentuan perubahan UUD 1945 Kedudukan, tugas, dan wewenang
MPR hasil Pemilu 1999 harus sesuai dengan ketentuan Perubahan UUD 1945,
sehingga Peraturan Tata Tertib MPR harus diubah dan disesuaikan dengan
kedudukan, tugas, dan wewenang MPR menurut Perubahan UUD 1945.
Demikian pendapat pakar hukum tata negara A. Mukhtie
Fajar dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panitia Ad Hoc (PAH) II
Badan Pekerja (BP) MPR di Gedung Nusantara IV MPR/DPR dalam rangka Penyesuaian
Perubahan Tata Tertib MPR terhadap UUD 1945, Kamis (6/3) siang.
Rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua PAH II Rambe
Kamarulzaman itu menghadirkan dua pakar hukum tata negara yaitu A. Mukhtie
Fajar dan Himawan Estu Bagijo. Kepada Anggota PAH II, Mukhtie mengungkapkan,
karena MPR baru menurut Perubahan UUD 1945 belum terbentuk, maka MPR yang
sekarang (MPR hasil Pemilu 1999) menurut Pasal II Aturan Peralihan Perubahan
UUD 1945 masih berfungsi, dengan catatan sepanjang untuk melaksanakan ketentuan
UUD. Mukhtie menjelaskan, berarti MPR sekarang hanya berfungsi untuk
melaksanakan tugas dan wewenang MPR sesuai dengan ketentuan Perubahan UUD 1945,
bukan tugas dan wewenang MPR sebelum Perubahan UUD 1945.
Oleh karena itu, dengan sendirinya MPR
harus mengubah Peraturan Tata Tertib persidangannya dan disesuaikan dengan
kedudukan, tugas dan wewenang MPR menurut Perubahan UU1945, meskipun
berdasarkan Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945, Tata Tertib MPR yang ada
(Ketetapan MPR No. II/MPR/1999 dengan perubahan yang terakhir melalui Ketetapan
MPR No. V/MPR/2002) masih tetap berlaku sepanjang belum diadakan yang baru.
Selain itu, Mukhtie berpendapat, keharusan MPR untuk
menyesuaikan Peraturan Tata Tertib persidangannya juga telah diamanatkan oleh
Pasal 3 Ketetapan MPR No. III/MPR/2002 tentang Penetapan Pelaksanaan Sidang
Tahunan MPR RI Tahun 2003 yang berbunyi: menugaskan kepada Badan Pekerja MPR RI
untuk menyesuaikan Peraturan Tata Tertib MPR RI dengan UUD 1945.
Dengan demikian, perubahan Peraturan Tata Tertib MPR
adalah sangat relevan dan bahkan merupakan suatu keharusan, karena Peraturan
Tata Tertib yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan kedudukan, tugas, dan
wewenang MPR menurut UUD 1945 yang telah mengalami perubahan,
Perubahan yang bersifat menyeluruh terhadap Peraturan
Tata Tertib MPR, menurut Mukhtie, diperlukan untuk MPR hasil Pemilu 2004 yang
disesuaikan dengan ketentuan Perubahan UUD 1945 dan Undang-Undang organik
tentang MPR (Undang-Undang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD). Tentang Sidang
Tahunan MPR Tahun 2003 dan kemungkinan persidangan lainnya sebelum terbentuknya
MPR hasil Pemilu 2004, Mukhtie mengingatkan, perlu diantisipasi adanya Sidang
Istimewa MPR karena penerapan Pasal 7B ayat (6) dan (7) mengenai peranan
Mahkamah Konstitusi yang dijalankan oleh Mahkamah Agung.
MPR Tetap Lembaga Negara Tertinggi Berbeda dengan
pendapat A. Mukhtie Fajar bahwa kedudukan MPR harus disesuaikan dengan
Perubahan UUD 1945 dan bukan lagi merupakan lembaga tertinggi Negara.
Dalam UUD 1945, tidak dirinci secara tegas bagai mana
pembentukan awal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Penelusuran sejarah
mengenai cikal-bakal twerbentuknya majelis menjadi sangat penting dilakukan
untuk memahami konteksnya dalam UUD 1945. Demikian juga halnya dengan MPR
sebagai lembaga tertinggi Negara.
Walaupun demikian masih ada satu ketentuan yang
sekurang-kurangnya masih dapat dijadikan pegangan atau petunjuk. Hal ini
terdapat dalam pasal 2 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi : “Majelis
Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota dewan perwakilan rakyat
(DPR) ditambah dengan utusan-utusan atau ditetapkan dengan undang-undang”.
Dengan mengadakan tafsiran yang luas maka ketentuan diatas mengandung arti
pula, bahwa MPR akan diatur lebih lahjut dengan undang-undang.
Dari uraian tersebut penting bagi kita untuk mengetahui
pembentukan MPR. Kita perlu meninjau lebih dahulu cara pengisiannya, untuk
mengetahui cara perngisiannya untuk itu kita perlu mengetahui susunannya.
Susunan MPR diatur dalam Undang-Undang No.2/1985 tentang perubahan atas
Undang-Undang No.16/1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
MPR Sebelum Amandemen UUD 1945
Setruktur , fungsi, wewenang, dan keanggotaan MPR
sebelum amandemen UUD 1945. Uraian tersebut terutama difokuskan pada pembahasan
tentang keanggotaan, susunan dan kedudukan, serta wewenang MPR RI sesuai UUD
1945
1. Keanggotaan MPR RI
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No.2/1985, dikatakan
bahwa jumlah anggota MPR dua kali lipat jumlah anggota DPR, yaitu anggota DPR
500 orang dan anggota MPR 1000 orang
Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang diatas, MPR
terdiri atas anggota DPR ditambah dengan Utusan Daerah, Utusan Organisasi
Kekuatan Sosial Politik peserta pemilu, dan Golongan Karya Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia Serta Utusan golongan-golongan sebagaimana dimaksud dalam
UUD 1945
Dalam pasal 2 Undang-Undang No.16/1969 setelah dirubah
terakhir dengan Undang-Undang No.2/1985 ditentukan syarat-syarat menjadi Utusan
Daerah sebagai berikut :
a.
Warga Negara Republik Indonesia
yang telah berusia 21 tahun serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.
Dapat berbahasa Indonesia dan
cakap menulis dan membaca huruf latin.
c.
Setia kepada Pancasila sebagai
Pandangan Hidup Bangsa, Dasar Negara dan Ideologi Nasional.
d.
Bukan bekas anggota organisasi
terlarang PKI dan anggota terlarang lainnya.
e.
Tidak sedang dicabut hak pilihnya.
f.
Tidak terganggu jiwanya.
Keanggotaan MPR terdiri atas :
1. Hasil
pemilu 7 juli 1999 (UU No.4/1999 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan
DPRD) :
a. Anggota DPR sebanyak 500
orang terdiri atas :
·
Pemilihan parpol beserta pemilu
sebanyak 462 orang
·
Pengangkatan TNI/Polri 38 orang
b.
Anggota tambahan terdiri atas :
·
Utusan Daerah sebanyak 135 orang
·
Utusan golongan sebanyak 65 orang
2. Hasil
pemilu 5 april 2004 (pasal 2 (1) UUD 1945) :
a.
DRP sebanyak 550 orang
b.
DPD sebanyak 1/3 X 550 orang = 183
orang
2. Susunan dan Kedudukan MPR RI
Adapun susunan MPR diatur dalam Undang-Undang No.16/1969
tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Menurut pasal 1 ayat (1)
undang-undang diatas Majelis ini terdiri atas anggota DPR ditambah utusan dari
Daerah, Golongan Politik dan Golongan Karya.
Mengenai utusan daerah perlu disoroti khusus masalah
Gubernur/Kepala Daerah yang harus dipilih sebagai utusan daerah. Menurut pasal
8 ayat (2) Undang-Undang No.16/1969 utusan daerah termaksud Gurbernur/Kepala
Daerah dipilih oleh DPRD Tingkat I. Namun muncul pertanyaa tentang dipilihnya
Gubernur sebagai utusan daerah untuk menjadi anggota MPR . Menurut pendapat
Prof. DR. Sri Soemantri, SH, hal itu tidak sesuai dengan arti yang
terdapatdalam perkataan “memilih” atau “dipilih”.
Dalam pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No.16/1969setelah
diubah dengan Undang-Undang No.2/1985 ditentukan, bahwa jumlah anggota tambahan
MPR yang berkedudukan sebagai utusan daerah sekurang-kurangnya 4 orang dan
sebanyak-banyaknya 8 orang untuk tiap-tiap daerah tingkat I, dengan ketentuan :
a.
Daerah Tingkat I yang berpenduduk
kurang dari 1.000.000 orang mendapat 4 orang utusan.
b.
Daerah Tingkat I yang berpenduduk
1.000.000 orang sampai 5.000.000 orang mendapat 5 orang utusan.
c.
Daerah Tingkat I yang berpenduduk
5.000.000 orang sampai 10.000.000 orang mendapat 6 orang utusan.
d.
Daerah Tingkat I yang berpenduduk
10.000.000 orang sampai 15.000.000 orang mendapat 7 orang utusan.
e.
Daerah Tingkat I yang berpenduduk
15.000.000 orang keatas mendapat 8 orang utusan.
3. Tugas dan Wewenang MPR RI
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 berbunyi “Kedauatan yang ada
ditangan rakyat dilakukan sepeuhnya oleh MPR”. Artinya pelaksanaan kedauatan
rakyat dinegara Republik Indonesia berada dalam satu tangan atau badan. Tugas
dan wewenang MPR diatur dalam UUD 1945 dan Ketetapan MPR No.1/MPR/1983 tentang
Peraturan Tata Tertib MPR
Adapun Tugas MPR diatur dalam pasal 3 dan pasal 6 UUD
1945 serta pasal 3 Ketetapan MPR No.1/MPR/1983, meliputi :
a. Menetapkan Undang-Undang Dasar.
UUD 1945 ditetapkan oleh suatu Lembaga Negara yang
bernama Konstituante atau sidang pembuat UUD 1945. Dalam pasal 186 konstitusi
tersebut dikatakan bahwa Konstituante bersama-sama dengan pemerintah secepatnya
menetapkan Konstitusi Republik.
b. Menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara.
MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia dengan
jumlah yang cukup besar tidak mungkin setiap hari menjalankan sidang. Akan
tetapi dibawah majelis ini terdapat Lembaga-Lembaga lain seperti Presiden dan
Wakil Presiden, DPR, DPA, MA dan Badan Pemeriksa Keuangan.Supaya lembaga ini
tidak melakukan tindakan semaunya sendiri maka Majelis menetapkan
bermacam-macam pedoman yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh lembaga
tersebut. Disamping UUD 1945 pedoman tersebut dituangkan pula dalam GBHN.
c. Memilih (mengangkat) Presiden dan Wakil
Presiden.
Hal ini diatur dalam pasal 6 ayat 2 UUD 1945 yang
berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak”.
Ketentuan ini kemudian dilengkapi dengan Ketetapan MPR No. II/MPR/1973 tentang
Tata Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Adapun wewenang MPR meliputi sembilan macam yaitu :
a.
Mebuat putusan yang tidak dapat
dibatalkan oleh Lembaga Negara yang lain.
b.
Memberikan penjelasan yang
bersifat penafsiran terhadap putusan Majelis.
c.
Menyelesaikan pemilihan dan
mengangkat Presiden dan Wapres.
d.
Meminta pertanggung jawaban dari
Presiden mengenai GBHN.
e.
Memberhentikan Presiden apabila
melanggar UUD 1945/Haluan Negara.
f.
Mengubah Undang-Undang Dasar.
g.
Menetapkan Peraturan Tata Tertib
Majelis.
h.
Menetapkan Pimpinan Majelis yang
dipilih dari dan anggota.
i.
Mengambil keputusan terhadap
anggota yang melanggar janji anggota.
MPR Pasca
Amandemen UUD 1945
UUD 1945 hasil amandemen secara jelas menetapkan
perubahan mengenai kewenangan dan komposisi MPR. Dampak perubahan tersebut
telah menyebabkan MPR kehilangan kedudukan sebagai lembaga tertinggi Negara.
Perbedaan kewarganegaraan dan komposisi MPR pasca
amandemen UUD 1945 sangat sinifikan khususnya untuk pasal 1 ayat 2 UUD 1945.
Sebelum amandemen pasal ini menyebutkan kedaulatan ada ditangan rakyat dan
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Setelah diamandemen pasal telah diubah
menjadi “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhny menurut
Undang-Undang Dasar.
1. Keanggotaan MPR
UUD 1945 pasca amandemen menyatakan menyatakan bahwa MPR
terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD, yang dipilih melalui pemilihan umum
dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Ketentuan ini mengimplikasikan
pengaturan struktur MPR sangat stesifik terutama karena tidak ada anggota MPR
yang diangkat.
Dalam undang-undang No.22 tahun 2003 tentang Susduk,
pasal 2 mempertegas ketentuan UUD 1945 setelahperubahan bahwa MPR terdiri atas
anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Selanjutnya dalam
pasal 3 UU susduk di jelaskan bahwa
keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden. Masa jabatan juga
ditentukan dalam pasal 4 UU No.22.
Ketentuan mengenai MPR didalam UUD 1945 maupun UU susduk
menjelaskan beberapa hal penting. Pertama, keanggotaan MPR merupakan anggota
dari dua institusi yang berbeda dn mandiri. Kedua institusi tersebut memiliki
tugas, wewenang dan alat kelengkapan sendiri.
2. Tugas dan Wewenang MPR
Tugas dan wewenang MPR mengalami perubahan setelah
perubahan UUD 1945. Sebelum perubahan MPR merupakan lembaga tertinggi Negara.
Kekuasaannya tidak terbatas, namun setelah perubahan MPR tidak lagi sebagai
lembaga tertinggi Negara dan kewenangannya juga terbatas.
Sesuai pasal 11 Undang-Undang No.22 Tahun 2003 tentang
susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
tugas dan wewenang MPR adalah :
a.
Mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar.
b.
Melantik presiden dan wakil
presiden dari hasil pemilu dan sidang paripurna MPR.
c.
Memutuskan usul DPR berdasarkan
putusan Mahkamah Konstitusi.
d.
Melantik wakil presiden menjadi
presiden apabila presiden berhenti.
e.
Menetapkan Peraturan dan Kode Etik
MPR.
f.
Memilih presiden dan wakil
presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan.
3. Hak dan Kewajiban MPR
Hak MPR Pasca Amandemen UUD 1945
Hak MPR yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang No.22
Tahun 2003 pasal 12 ayat (1) adalah :
a.
Mengajukan usul perubahan pasal
undang-undang dasar
b.
Menentukan sikap dan pilihan dalam
pengambilan putusan
c.
Memilih dan dipilih
d.
Membela diri
e.
Imunitas
f.
Protokoler
g.
Keuangan dan administrative
Kewajiban MPR pasca amandemen UUD 1945
Kewajiban MPR berdasarkan UU No.22 tahun 2003 mencakup :
a.
Mengamalkan pancasila
b.
Melaksanakan UUD 1945 dan
peraturan perundang-undangan
c.
Menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan kerukunan nasional
d.
Mendahulukan kepentingan Negara
diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan
e.
Melaksanakan peranan sebagai wakil
rakyat dan wakil daerah
4. Sidang dan Keputusan MPR
UU No.22 Tahun 2003 pasal 14 ayat 1 sampai 4 mengatur
tentang mekanisme persidangan MPR sebagai berikut :
a.
MPR bersidang sedikitnya sekali
dalam lima tahun di Ibu Kota Negara
b.
Sidang MPR sah bila dihadiri :
·
Sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah
anggota MPR untuk memutuskan usul DPR untuk memberhentikan presiden dan wakil presiden
·
Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR untuk mengubah
dan menetapkan UUD 1945
·
Sekurang-kurangnya 50% +1 dari
jumlah anggota MPR untuk selain sidang-sidang sebagaimana dimaksud diatas
c. Tata cara penyelenggaraan sidang
sebagaimana diatur pada ayat 1, 2, dan3 dalam peraturan tata tertipb MPR
Macam-macam Rapat MPR antara lain :
a.
Rapat Paripurna (Rapat yang
dihadiri oleh seluruh anggota MPR)
b.
Rapat Pimpinan (Rapat yang
dihadiri oleh seluruh pimpinan MPR)
c.
Rapat Badan Pekerja
d.
Rapat Komisi (Pembagian tugas)
e.
Rapat Gabungan antara Pimpinan
dengan Pimpinan Komisi
f.
Rapat Panitia Ad Hoc
g.
Rapat Fraksi (Kelompok Partai)
Putusan MPR
a.
Putusan dimana dimaksud dalam
pasal 14 ayat 2 dan 3 ditetapkan dengan persetujuan sekurang-kurngnya 2/3 dari
jumlah anggota MPR yang hadir
b.
Putusan bagaimana dimaksud pada
pasal 2dan 3 ditetapkan dengan persetujuan 50% + 1 dari seluruh jumlah MPR
c.
Putusan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14 ayat 2 dan 3 ditetapkan dengan suara terbanyak
d.
Sebelum mengambil keputusan dengan
suara yang terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat 3 terlebih dahulu
diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat
Bentuk-bentuk Putusan MPR :
a. Perubahan
Undang-Undang Dasar adalah putusan Majelis
·
Mempunyai kekuatan hokum sebagai
UUD
·
Tidak menggunakan nomor putusan
Majelis
b. Ketetapan
MPR adalah putusan Majelis
·
Berisi arah kebijakan
penyelenggaraan Negara
·
Mempunyai kekuatan hukum mengikat
kedalam dan keluar Majelis
·
Menggunakan nomor putusan Majelis
c. Keputusan
MPR adalah putusan Majelis
·
Berisi aturan/ketentuan intern
Majelis
·
Menggunakan nomor putusan Majelis
Proses Pembuatan Putusan MPR
a.
Pembuatan putusan MPR dilakukan
melalui empat tingkat pembicaraan, kecuali untuk laporan pertanggung jawaban
Presiden dan hal-hal yang dianggap perlu oleh MPR
b.
Tingkat-tingkat pembicaraan proses
pembuatan putusan MPR adalah :
·
Tingkat I :
Pembahasan oleh BP MPR terhadap bahan-bahan
yang masuk dan hasil dari pembahasan tersebut merupakan Rancangan Ketetapan/
Keputusan MPR sebagai bahan pokok pembicaraan Tingkat II
·
Tingkat II :
Pembahasan oleh Rapat Paripurna MPR yang
diakui oleh penjelasan Pimpinan dan dilanjutkan dengan pemandangan umum
fraksi-fraksi
·
Tingkat III :
Pembahasan oleh Komisi/Panitia Ad Hoc MPR
terhadap semua hasil pembicaraan Tingkat I dan II. Hasil pembahasan pada
Tingkat III ini merupakan Rancangan Ketetapan/Keputusan MPR
·
Tingkat IV :
Pengambilan putusan oleh rapat paripurna MPR
setelah mendengar laporan dari Pimpinan Komisi/Panitia Ad Hoc MPR dan bilamana
perlu dengan kata terakhir dari fraksi-fraksi pengambilan putusan MPR
ditetapkan dengan suara terbanyak
5. Alat- alat Kelengkapan MPR
Alat Kelengkapan Majelis meliputi :
a. Pimpinan
Majelis
Pimpinan majelis merupakan satu kesatuan Pimpinan yang
bersifat kolektif. Pimpinan majelis yang terdiri atas seorang ketua dan tiga
orang wakil ketua yang mencerminkan unsur DPR dan DPD yang dipilih dari dan
anggota majelis dalam rapat paripurna
Tata Cara Pemilihan Pimpinan Majelis
·
Calon Pemimpin Majelis dipilih
dari dan oleh anggota Majelis
·
Calon Pemimpin Majelis berjumlah
empat orang yang terdiri dari dua dari unsur DPR dan dua dari DPD
·
Empat orang yang mendapat suara
terbanyak ditetapkan menjadi ketua dan yang tiga menjadi wakil ketua
·
Ketua dan Wakil Ketua Majelis diresmikan
dengan Keputusan Majelis
·
Tugas Pimpinan Majelis
·
Memimpin rapat-rapat Majelis
·
Menyusun rencana kerja dan
mengadakan pembagian kerja
·
Menyiapkan rancangan sidang
·
Menjadi juru bicara Majelis
·
Menjaga ketertiban dalam rapat
Wewenang Pimpinan Majelis
·
Anggota Pimpinan Majelis
berwewenang bertindak atas nama Pimpinan Majelishanya dalam hal yang bersifat
protokoler
·
Pimpinan Majelis tidak berwenang
mengeluarkan statemen politik atas nama Majelis dan jabatannya kecuali
ditugaskan Majelis
b. Panitia Ad
Hoc Majelis
Panitia Ad Hoc Majelis merupakan alat kelengkapan
Majelis yang dibentuk oleh Majelis untuk melaksanakan tugas tertentu yang
diperlukan dalam sidang Majelis.
Panitia Ad Hoc Majelis terdiri atas Pimpinan Majelis dan
sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyak-banyaknya 70 orang yang susunannya
mencerminkan secara proporsional unsur DPR dan DPD.
c. Badan
Kehormatan Majelis
Badan Kehormatan Majelis merupakan alat kelengkapan
mMajelis yang dibentuk oleh Majelis.
Tugas dan wewenang Badan Kehormatan Majelis
·
Melakukan pemeriksaan terhadap
dugaan pelanggaran tata tertib Majelis dan kode etik anggota Majelis
·
Memanggil anggota yang
bersangkutan untuk memberikan pemjelasan tentang pelanggaran yang dilakukan
·
Memanggil pelapor, saksi/ pihak
lain yang terkait untuk dimintai keterangan dan bukti lain
·
Memutuskan pemberian sanksi sesuai
dengan tata tertib Majelis dan kode etik anggota Majelis
d. Alat
Kelengkapan lain bila diperlukan
Apabila alat kelengkapan Majelis tidak dapat menampung
pekerjaan yang ditugaskanoleh Rapat Majelis, Pemimpin Majelis dengan disetujui
anggota majelis dapat membentuk alat kelengkapan baru untuk melaksanakan tugas
sesuai hasil Rapat dan Putusan Majelis.
“ Tugas Pokok dan Fungsi
Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif “
Pemikiran tentang pemisahan kekuasaan dipengaruhi oleh
teori John Locke (1632-1704) seorang filosof Inggris yang pada tahun 1690
menerbitkan buku “Two Treties on Civil Government”. Dalam bukunya itu John
Locke mengemukakan adanya tiga macam kekuasaan di dalam Negara yang harus
diserahkan kepada badan yang masing-masing berdiri sendiri, yaitu kekuasaan
legislative (membuat Undang-Undang), kekuasaan eksekutif (melaksanakan
Undang-Undang atau yang merupakan fungsi pemerintahan) dan kekuasaan federatif
(keamanan dan hubungan luar negeri).
Negara republik indonesia mengenal adanya
lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam UUD 1945 dengan
melaksanakan pembagian kekuasaan (distribution of power) antara lembaga-lembaga
negara. Kekuasaan lembaga-llembaga negara tidaklah di adakan pemisahan yang
kaku dan tajam, tetapi ada koordinasi yang satu dengan yang lainnya.
Sebagai negara demokrasi, pemerintahan Indonesia
menerapkan teori trias politika. Trias politika adalah pembagian kekuasaan
pemerintahan menjadi tiga bidang yang memiliki kedudukan sejajar. Ketiga bidang
tersebut yaitu :
1.
Legislatif bertugas membuat undang
undang. Bidang legislatif adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
2.
Eksekutif bertugas menerapkan atau
melaksanakan undang-undang. Bidang eksekutif adalah presiden dan wakil presiden
beserta menteri-menteri yang membantunya.
3.
Yudikatif bertugas mempertahankan
pelaksanaan undang-undang. Adapun unsur yudikatif terdiri atas Mahkamah Agung
(MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Diatas itu merupakan penjabaran dari tugas pokok dari
tiap-tiap lembaga yang ada di Indonesia. Berikut ini merupakan penjelasan
secara jelas tentang fungsi-fungsi dari ketiga tersebut :
1. Fungsi-fungsi legislatif
Di Negara Indonesia lembaga legislatif lebih dikenal
dengan nama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR merupakan lembaga perwakilan
rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Anggota DPR berasal dari
anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu.
DPR berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi
disebut DPRD provinsi dan yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD
kabupaten/kota.
Berdasarkan UU Pemilu N0. 10 Tahun 2008 ditetapkan
sebagai berikut:
a.
jumlah anggota DPR sebanyak 560
orang;
b.
jumlah anggota DPRD provinsi
sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyak- banyak 100 orang;
c.
jumlah anggota DPRD kabupaten/kota
sedikitnya 20 orang dan sebanyak- banyaknya 50 orang.
Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden.
Anggota DPR berdomisili di ibu kota negara. Masa jabatan anggota DPR adalah
lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan
sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna DPR.
Lembaga negara DPR yang bertindak sebagai lembaga
legislatif mempunyai fungsi berikut ini :
1.
Fungsi legislasi, artinya DPR
berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.
2.
Fungsi anggaran, artinya DPR
berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
3.
Fungsi pengawasan, artinya DPR
sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap pemerintahan yang
menjalankan undang-undang.
DPR sebagai lembaga negara mempunyai hak-hak, antara
lain sebagai berikut.
1.
Hak interpelasi adalah hak DPR
untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang
penting dan strategis serta berdampak luas bagi kehidupan masyarakat.
2.
Hak angket adalah hak DPR untuk
melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu pemerintah yang diduga
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3.
Hak menyatakan pendapat adalah hak
DR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah mengenai kejadian
yang luar biasa yang terdapat di dalam negeri disertai dengan rekomendasi
penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak
angket. Untuk memudahkan tugas anggota DPR maka dibentuk komisi-komisi yang
bekerja sama dengan pemerintah sebagai mitra kerja.
2. Fungsi-fungsi eksekutif
Eksekutif di era modern negara biasanya diduduki oleh
Presiden atau Perdana Menteri. Chief of State artinya kepala negara, jadi
seorang Presiden atau Perdana Menteri merupakan kepala suatu negara, simbol
suatu negara. Di Indonesia sendiri lembaga eksekutif dipegang penuh oleh
seorang presiden.
Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan
eksekutif yaitu presiden mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan.
Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai
kepala negara. Sebelum adanya amandemen UUD 1945, presiden dan wakil presiden
dipilih oleh MPR, tetapi setelah amandemen UUD1945 presiden dan wakil presiden
dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Presiden dan wakil
presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih
kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Presiden dan wakil presiden sebelum
menjalankan tugasnya bersumpah atau mengucapkan janji dan dilantik oleh ketua
MPR dalam sidang MPR. Setelah dilantik, presiden dan wakil presiden menjalankan
pemerintahan sesuai dengan program yang telah ditetapkan sendiri. Dalam menjalankan
pemerintahan, presiden dan wakil presiden tidak boleh bertentangan dengan UUD
1945. Presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan tujuan
negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Sebagai seorang kepala negara, menurut Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden mempunyai wewenang sebagai
berikut:
1.
membuat perjanjian dengan negara
lain dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
2.
mengangkat duta dan konsul. Duta
adalah perwakilan negara Indonesia di negara sahabat. Duta bertugas di kedutaan
besar yang ditempatkan di ibu kota negara sahabat itu.
Sedangkan konsul adalah lembaga yang mewakili negara
Indonesia di kota tertentu di bawah kedutaan besar kita.
1.
menerima duta dari negara lain
2.
memberi gelar, tanda jasa dan
tanda kehormatan lainnya kepada warga negara Indonesia atau warga negara asing
yang telah berjasa mengharumkan nama baik Indonesia.
Sebagai seorang kepala pemerintahan, presiden mempunyai
kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan pemerintahan negara Indonesia.
Wewenang, hak dan kewajiban Presiden sebagai kepala pemerintahan, diantaranya:
1.
memegang kekuasaan pemerintah
menurut Undang-Undang Dasar
2.
berhak mengajukan Rancangan
Undang-Undang (RUU) kepada DPR
3.
menetapkan peraturan pemerintah
4.
memegang teguh Undang-Undang Dasar
dan menjalankan segala Undang- Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya
serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa
5.
memberi grasi dan rehabilitasi
dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Grasi adalah pengampunan yang
diberikan oleh kepala negara kepada orang yang dijatuhi hukuman. Sedangkan
rehabilitasi adalah pemulihan nama baik atau kehormatan seseorang yang telah
dituduh secara tidak sah atau dilanggar kehormatannya.
6.
memberi amnesti dan abolisi dengan
memperhatikan pertimbangan DPR. Amnesti adalah pengampunan atau pengurangan
hukuman yang diberikan oleh negara kepada tahanan-tahanan, terutama tahanan
politik. Sedangkan abolisi adalah pembatalan tuntutan pidana.
Selain sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan,
seorang presiden juga merupakan panglima tertinggi angkatan perang.
Dalam kedudukannya seperti ini, presiden mempunyai
wewenang sebagai berikut:
1.
menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR
2.
membuat perjanjian internasional
lainnya dengan persetujuan DPR
3.
menyatakan keadaan bahaya.
3. Fungsi-fungsi yudikatif
Kekuasaan Yudikatif berwenang menafsirkan isi
undang-undang maupun memberi sanksi atas setiap pelanggaran atasnya.
Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan kedalam daftar masalah hukum
berikut: Criminal law (petty offense, misdemeanor, felonies); Civil law
(perkawinan, perceraian, warisan, perawatan anak); Constitution law (masalah
seputar penafsiran kontitusi); Administrative law (hukum yang mengatur
administrasi negara); International law (perjanjian internasional).
a.
Criminal Law, penyelesaiannya
biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di Indonesia sifatnya berjenjang,
dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan Tinggi (tingkat provinsi,
dan Mahkamah Agung (tingkat nasional). Civil law juga biasanya diselesaikan di
Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya dipegang oleh Pengadilan
Agama.
b.
Constitution Law, kini
penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah Konstitusi. Jika individu, kelompok,
lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu undang-undang atau keputusan, upaya
penyelesaian sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.
c.
Administrative Law,
penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya kasus-kasus
sengketa tanah, sertifikasi, dan sejenisnya.
d.
International Law, tidak
diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah kendali suatu negara melainkan atas
nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
0 komentar: (+add yours?)
Posting Komentar